• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Awasi Dana Kampanye Demi Pemerintahan Baru Bebas Intervensi

Ketua Bawaslu (Abhan) bersama Ketua KPU Arief Budiman (kanan) saat menghadiri laporan kelengkapan dana kampanye di Kantor KPU, Jakarta/Foto: Robi Ardianto

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Bawaslu melakukan pengawasan dana kampanye yang bisa berasal dari publik demi mencapai tata kelola pemerintahan baru pasca pemilu yang bebas intervensi dan adil. Pengawasannya guna memastikan prosedur dana kampanye berjalan baik pada aspek substansi dan tata laksana pelaporannya.

Memang dalam perhelatan tahapan pemilu, salah satu bagian penting adalah kampanye. Sehingga kampanye diatur Pasal 257 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang dikategorikan kegiatan berupa: pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, media sosial, iklan media massa, rapat umum, debat pasangan calon, dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Peserta Pemilu Deklarasikan Komitmen Bersama Jaga Kampanye Santun

Dalam pemilu 2019, tahapan kampanye berjalan enam bulan. Lebih lama dibandingkan tahapan kampanye pemilu sebelumnya yang hanya tiga bulan. Sehingga, peserta pemilu sudah sibuk kampanye sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019. 

Panjangnya waktu kampanye tentu saja berdampak terhadap kebutuhan anggaran peserta pemilu. Maklum, biasanya peserta melakukan mobilisasi massa dalam kegiatan kampanye di ruang terbuka maupun tertutup. Menghadirkan publik figur dan dikemas dalam acara yang butuh dana ekstra.

Bahwa dalam melaksanakan kampanye peserta pemilu baik partai politik atau calon bisa mengumpulkana dana publik. Sesuai amanat Pasal 257 UU 7/ 2017 dana itu bisa berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan badan nonpemerintah. Karenanya, perserta pemilu wajib mempertanggungjawabkan pendanaan kampanyenya secara akuntabel dan transparan. Hal ini penting mengingat adanya keterkaitan dalam tata kelola pemerintahan bersih nantinya ketika terbentuk pemerintahan baru. 

Dari aturan tersebut, para kontestan Pemilu 2019 bisa menerima dana untuk kampanye dari perseorangan yang jumlahnya maksimal Rp2,5 miliar. Sementara dana sumbangan dari kelompok, perusahaan dan atau badan non pemerintah jumlahnya paling banyak Rp25 miliar.

Berdasarkan UU 7/2017, pembatasan sumbangan dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 327 ayat (1) dan (2). Sedangkan calon anggota legislatif diatur Pasal 331 ayat (1) dan (2).

Baca juga: Peserta Pemilu Dilarang Libatkan Anak Kampanye

Menurut Refki Saputra dalam kajian jurnal yang diterbitkan oleh Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tahun 2013 menyebut, dalam kondisi pragmatisme partai politik saat ini, sudah menjadi rahasia umum jika pihak luar (perseorangan atau dunia usaha) begitu “royal” mendonasikan harta mereka ke partai politik. Mengingat bahwa penentu kebijakan publik pada dasarnya diempunya oleh partai politik yang duduk di kursi-kursi pemerintahan. Baginya sangat mungkin jika donasi dari mereka bertujuan untuk “membeli” kebijakan dari anggota partai.

Mengingat pentingnya dana kampanye dalam mempengaruhi tata kelola pemerintahan pasca Pemilu, maka Negara mengaturnya sehingga bisa menciptakan pemerintahan baru yang bebas intervensi. Pengaturan ini sekaligus memberikan kesempatan yang adil kepada peserta pemilu dalam pendanaan kampanye yang memerlukan dana besar.

Aspek-aspek yang diatur dalam ketentuan pengaturan dana kampanye misalnya pada penyumbang dan identitasnya, besaran, rekening dana kampanye, ketentuan pelaporannya kepada KPU dan auditnya. Ketentuan itu membebankan kewajiban kepada peserta pemilu dan calon untuk menyampaikan laporan dalam tenggat waktu yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Setelah menerima sumbangan, Peserta Pemilu 2019 wajib mencatat Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) selama tahapan pemilu berlangsung. Ketiganya memiliki fungsi masing-masing.

Baca juga: Iklan Kampanye di Media Marak, Bawaslu Tingkatkan Pengawasan

Perlu diketahui, RKDK adalah rekening yang menampung dana kampanye, yang dipisahkan dari rekening keuangan. Sedangkan LADK sebagai pembukuan yang memuat informasi RKDK, sumber perolehan saldo awal atau saldo pembukaan, rincian perhitungan penerimaan dan pengeluaran yang diperoleh sebelum pembukaan RKDK, dan penerimaan sumbangan yang bersumber dari pasangan calon, partai politik (parpol) atau gabungan parpol, calon anggota DPD, atau pihak lain. 

Kemudian, LPSDK berfungsi sebagai pembukuan yang memuat seluruh penerimaan yang diterima peserta pemilu setelah LADK disampaikan kepada KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Dan, LPPDK adalah pembukuan yang memuat seluruh penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. 

Pelaporan dana kampanye ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, PKPU Nomor 29 Tahun 2019 tentang Dana Kampanye Pemilu; dan PKPU Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2019. 

Baca juga: Bawaslu Pastikan Awasi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

Kehadiran Bawaslu juga demi memastikan bagaimana kepatutan dan ketaatan peserta pemilu melaporkan dana kampanye sesuai prosedur dalam aspek substansi dan tata laksana pelaporannya. Sehingga, terbit aturan turunan pengawasan tercantum dalam Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pengawasan Dana Kampanye Pemilihan Umum.

Secara garis besar, pengawas pemilu melakukan pengawasan terhadap pencatatan dana kampanye yang dilakukan peserta pemilu. Pengawasan ini demi memastikan kebenaran pencatatan seluruh penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, kesesuaian terkait informasi bentuk atau jumlah penerimaan dan pengeluaran dengan disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, dan pembukuan yang terpisah dari pembukuan pribadi peserta pemilu. 

Lalu, apa tugas Bawaslu dalam melaksanakan pengawasan dana kampanye? Sesuai Pasal 9 perbawaslu Nomor 11 tahun 2017 bentuk pengawasannya, berupa: a. memastikan sumbangan tidak melebihi batas; b. memeriksa akumulasi besaran sumbangan Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan dalam laporan Dana Kampanye yang diberikan terhadap beberapa pasangan calon; c. mendapatkan laporan pajak pasangan calon; d. membandingkan kesesuaian besaran daftar kekayaan pribadi dan laporan pajak dengan besaran sumbangan; e. memastikan kelengkapan dokumen penyumbang; f. melakukan pemeriksaan secara faktual terhadap identitas penyumbang; dan g. mengidentifikasi potensi pemecahan sumbangan dari satu sumber penyumbang.

Dari hasil pengawasan Bawaslu, paslon dan parpol sudah menyerahkan LPPDK tepat waktu. Mayoritas melapor jelang batas akhir pada 2 Mei 2019. Jumlahnya beragam, mulai dari Rp 1 miliar sampai ratusan miliar. Penyumbang juga tidak diperkenankan melebihi batas jumlah sumbangan yang telah disepakati. 

Namun, tidak semua aturan dipatuhi peserta pemilu. Terutama dalam transparansi LPPDK. Pasangan calon (paslon) maupun parpol tidak mencantumkan Identitas penyumbang dengan lengkap. Tidak dicantumkan nomor telepon, nomor identitas, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Baca juga: Bawaslu Minta Peserta Pemilu Lengkapi Laporan Dana Kampanye

Sejak awal, Anggota Bawaslu, Mochammad Afifudin sudah mengingatkan peserta pemilu untuk membuat LPPDK dengan transparan dan sesuai fakta yang ada. Jika tidak transparan, maka terancam pidana paling lama dua tahun dan membayar denda paling banyak Rp24 juta sesuai Pasal 497 UU 7/2017.

Selain itu, Pasal 496 UU Pemilu, peserta pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

"Kami berharap seluruh peserta pemilu harus transparan. Jangan melakukan manipulasi data. Tulis saja sesuai dengan data dan fakta yang ada," ungkap Afif (2/1/2019). 

Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar menambahkan, kelengkapan identitas penyumbang merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan pemilu yang transparan dan kredibel. "Kami berharap peserta pemilu 2019 segera melengkapi kekurangan tersebut," katanya di Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Editor: Ranap Tumpal HS

Berita Lainnya:

 

 

 

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu