Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Dua Anggota Bawaslu yakni Ratna Dewi Pettalolo dan Rahmat Bagja memandang lembaga pengawas pemilu telah melakukan terobosan hukum secara progresif dalam konteks penegakan hukum pemilu dan pemilihan (pilkada). Demikian kesimpulan dalam evaluasi program kerja Bawaslu tahun 2021 serta pemantapan persiapan pengawasan tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024.
Dewi menilai Bawaslu sudah menjadi kekutan besar mengawal proses pemilu dan pemilihan. Pada tahun 2020 Bawaslu menjadi lembaga terdepan menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan bagaimana menyelesaikan persoalan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) terkait pandemik covid-19.
"Saya rasa tidak ada satu lembaga yang mau mengakali tanggungjawab ini, Bawaslu bertindak tegas agar persoalan-persoalan pemilu, pemilihan 2020 khususnya terkait prokes terselesaikan," ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Evaluasi Program Kerja Tahun 2021 dan Pemantapan Persiapan Pengawasan Tahapan Pemilu Serentak 2024, di Jakarta, Sabtu (11/12/2021).
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran itu menegaskan terobosan hukum progresif telah dilakukan Bawaslu dalam kasus Pemilihan Bupati Sabu Raijuan Tahun 2020. Baginya, itu adalah langkah yang sangat luar biasa, padahal secara regulasi Bawaslu kesulitan lantaran tahapan sudah berada di ujung. Bahkan, ingat Dewi, kala itu nama calon kepala daerah yang akan dilantik sudah dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Sebenarnya kewenangan Bawaslu selesai ketika penetapan calon terpilih. Tapi kita dorong dengan tegas (khusus Sabu Raijua) tidak boleh ada kepala daerah dipimpin oleh warga negara asing sehingga berbagai upaya kita lakukan baik secara komunikasi, dan argumentasi hukum. Maka kemudian kami mengirimkan rekomendasi ke Kemendagri agar tidak melakukan pelantikan di Sabu Raijua," urai Dewi.
"Alhamdulilah ditindaklanjuti (Kemendagri)," imbuhnya.
Lebih lanjut Dewi menyampaikan, ketika masalah Sabu Raijua bergeser ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa hasil pemilihan, MK mengambil putusan yang lebih baik. "Saya kira ini peran hebat yang telah dilakukan Bawaslu. Syarat-syarat formil kadang harus kita abaikan untuk mencapai keadilan substantif bahwa ada kekosongan hukum dalam UU Pemilu dan pemilihan yang harus diterobos sepanjang itu bisa kita pertanggungjawaban," tegasnya.
Dewi nilai Bawaslu sebagai lembaga negara diberi kewenangan untuk melakukan hal tersebut. Dia mengajak jajarannya untuk berani menegakkan keadilan pemilu dan pemilihan menggunakan hukum progresif dalam Pemilu Serentak 2024 yang tahapannya akan dimulai pada tahun 2022.
Sementara Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Rahmat Bagja mengatakan kunci keberhasilan lembaga pengawas pemilu terletak pada kewenangan yang diberikan Undang undang berupa penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa dalam bentuk ajudikasi terbuka. Menurutnya, disitu letak batu uji Bawaslu bisa bertahan atau tidak.
"Kita tidak pernah menyangka kita bisa melewati itu. Kita tidak pernah menyangka putusan pleno yang menyatakan bahwa Peraturan KPU yang berkaitan dengan mantan narapidana di pemilu itu bermasalah dan digunakan oleh putusan mahkamah, tidak ada yang menyangka sama sekali Bawaslu bersikap demikian," urainya.
Bagja juga menyadari lantaran hal tersebut membuat Bawaslu menjadi perbincangan publik. Namun hal itu bukanlah kendala untuk menegakkan keadilan pemilu. Bahkan, Bagja mengibaratkan hal tersebut dengan berjalan di medan peran tanpa tepukan tangan. Oleh sebab itu Bawaslu selanjutnya seharusnya bisa melewati ini dan kedepan akan menjadi sebuah modal dasar Bawaslu akan keharuman dirinya.
"Kata Bung Karno, bunga mawar bukan wangi karena dirinya sendiri tapi harum karena oleh dibaui oleh orang lain. Jadi biarkanlah orang lain menilai kita, biar sejarah pemilu menentukan tinta hitam atau putih terhadap Bawaslu," imbuh dia.
Editor: Ranap THS
Fotografer: Robi Ardianto/ Nurisman