• English
  • Bahasa Indonesia

Bagja Nilai Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Bisa Berbasis Kearifan Lokal

Tangkapan layar Anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat memberikan sambutan dalam webinar yang digelar Panwaslih Aceh bertema Desain Penyelesaian Sengketa Antarpeserta dalam Pemilu dan Pemilihan Berbasis Kearifan Lokal, Senin 29 November 2021

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Rahmat Bagja menilai mediasi dalam penyelesaian sengketa di masa depan bisa dilakukan dengan mencampurkan pendekatan berbasis kearifan lokal dan perundang-undangan, terutama dalam penyelesaian sengketa antar-peserta.

Dia mengungkapkan bentuk penyelesaian sengketa antar-peserta dalam undang-undang (UU) tidak diatur secara rigid. Penyelesaian sengketa antar-peserta menurutnya tidak punya bentuk yang diwajibkan dalam UU.

"Ini ke depan akan menjadi 'mix' (percampuran) antara kearifan lokal dan perundang-undangan," ucapnya dalam webinar yang digelar Panwaslih Aceh bertema Desain Penyelesaian Sengketa Antarpeserta dalam Pemilu dan Pemilihan Berbasis Kearifan Lokal, Senin (29/11/2021).

Bagja menegaskan Bawaslu telah melakukan penyelesaian sengketa berbasis kearifan lokal dalam gelaran pemilu dan pemilihan sebelumnya. Dia memaparkan acap kali Bawaslu daerah menggunakan bahasa daerahnya dalam proses mediasi. Menurutnya, hal ini diperkenankan, tidak melanggar peraturan perundang undangan.

Meski demikian, dia menegaskan, pemakaian bahasa daerah hanya boleh digunakan dalam sebagian proses mediasi saja, tidak boleh dalam keseluruhan proses. Terlebih, kata Bagja, dalam putusan penyelesaian sengketa proses tidak boleh memakai bahasa daerah, harus memakai Bahasa Indonesia.

"Ada beberapa contoh di beberapa daerah yangg terkadang memakai bahsa daerah. Sekali-kali boleh itu sebagai bentuk kearifan lokal, tetapi tidak boleh secara keseluruhan," papar mantan aktivis dalam gerakan mahasiswa untuk era reformasi itu.

"Hal ini meurut saya yang akan menjadi hal tersendiri dalam kearifan lokal dalam mediasi," imbuh Bagja.

Dia juga mengharapkan mediasi di masa depan bisa diprioritaskan sebelum melakukan adjudikasi sehingga mediasi akan menjadi faktor penting dalam penyelesaian sengketa proses. Bagja mengungkapkan keberhasilan mediasi Bawaslu lebih 30 persen, melebihi apa yang dicapai Mahkamah Agung.

"Padahal mediasi di Bawaslu bukan perdata, tetapi masalah publik yang kadang saat mediasi (pemohon) bawa massa. Nah dengan demikian rupanya masyarakat Indonesia punya keingignan untuk menyelesaikan semuanya dengan mediasi. Mediasi saya kira akan menjadi titik temu kita ke depan," tegas magister jebolan Utrecht University Belanda itu.

Bagja juga menceritakan biasanya tensi atau suasana dalam mediasi tinggi. Maka dari itu kearifan lokal di sini baginya sangat penting untuk dijadikan pendekatan. "Ada tips dan trik kearifan lokal yang bisa diberikan kepada para pihak. Makanya kenapa kemudian anggota Bawaslu harus sesuai dengan domisili. Biasanya dalam pemilu itu (peserta) akan berasal dari daerah sama sehingga penyelenggara sudah mengetahui budaya lokal baik bahasa, budaya. Ini yang harus ditingkatkan," paparnya.

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu