• English
  • Bahasa Indonesia

KPU Harus Berani Keluarkan PKPU Sesuai Protokol Kesehatan dan Catatan Pengecualian

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja melakukan diskusi daring berjudul Formulasi Pelaksanaan Pilkada Pasca Perppu 2/2020 yang diadakan Relasi Indonesia.

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mendorong KPU berani mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) yang menyesuaikan kondisi protokol kesehatan pencegahan covid-19 dan beberapa aturan pengecualian. Hal tersebut menurutnya perlu dilakukan guna mengantisipasi berbagai persoalan atas keterbatasan dalam penerapan ‘new normal’.

“Kita bukan lagi bicara 9 Desember 2020 apakah pantas atau tidak karena sudah ditetapkan, meskipun kami (Bawaslu) awalnya merekomendasikan September 2021, tetapi sekarang ini hal utama mengumpulkan permasalahan. Bagaimana bisa melakukan menyiasati persoalan itu dalam bentuk aturan pengecualian dalam kehidupan ‘new normal’ adalah penting,” katanya dalam diskusi daring berjudul Formulasi Pelaksanaan Pilkada Pasca Perppu 2/2020 yang diadakan Relasi Indonesia, Jumat (29/5/2020).

Berbagai permasalahan menurutnya seperti keterbatasan infrastruktur teknologi informasi di daerah menjadi hambatan yang perlu dicarikan jalan keluar lewat aturan.

“Bawaslu melakukan aturan penyesuaian aturan setelah ada PKPU. Apalagi dari Pasal 122 A Ayat 3 Perppu Nomor 2 Tahun 2020 itu disebutkan tata cara dan pelaksanannya diatur dalam PKPU. Jadi kalau ada daerah tidak bisa dilakukan secara daring atau pakai teknologi informasi, bisa saja dilakukan pertemuan tatap muka yang menyesuaikan aturan pencegahan covid-19,” jelas dia dalam diskusi yang dihadiri sejumlah narasumber seperti Komisioner KPU Viryan Azis, Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, Anggota Komisi II DPR RI Saan Mustofa, dan Direktur Pilkada Watch Wahyu Permana tersebut.

Bagja mencontohkan dalam tahapan verifikasi dukungan untuk calon perseorangan berdasarkan UU harus mendatangi satu persatu. Hal ini baginya tentu memberatkan dengan kondisi pandemi covid-19 yang memberatkan namun juga punya keterbatasan bila hanya mengandalkan secara daring.

“Tahapan yang ada sekarang ada pengecekan verifikasi. Pertanyaannya apakah memakai daring bisa efektif? Menurut saya perlu ada pertemuan dengan memenuhi standar protokol kesehatan pencegahan covid-19. Nanti setelah ada PKPU akan direvisi dan bagaimana caranya?,” sebut alumnus Universitas Indonesia itu.

Atas hal tersebut, dirinya menegaskan adanya jaminan keselamatan petugas penyelenggara pilkada saat menjalankan tugas. “Faktor lain adalah anggaran. Bagaimana adanya pelindungan sesuai protokol kesehatan. Kami beranggapan ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan tahapan yang dilanjutkan bersamaan dengan pandemi covid-19. Bagi saya penambahan anggaran ini sebagai konsekuensi logis,” tutur dia.

Dalam anggaran ini, Bagja pun mengingatkan adanya penghitungan belanja secara cermat agar tak menyalahi hukum. “Harus dilihat secara cermat dan mungkin tidak sama dengan kondisi normal. Misalnya dalam distribusi surat suara karena transportasi terbatas, biayanya bisa lebih mahal. Hal semacam ini yang harus diselesaikan lewat aturan, jangan sampai nanti malah ada masalah hukum. Saya kira Kementerian Keuangan juga perlu memberikan kepastian dalam penggunaan anggaran saat masa pandemi covid-19 ini. Aturan hal-hal pengecualian menurut saya penting,” tegasnya.

Selain itu, Bagja menjelaskan Bawaslu terus melakukan berbagai terobosan. Misalnya akan menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 saat pandemi covid-19. “Daerah yang rawan akan diawasi secara ketat. Siswaslu akan dimaksimalkan, begitu pula dalam penyelesaian sengketa lewat SIPS. Sampai hari ini sudah ada 28 permohonan penyelesaian sengketa. Bawaslu sudah bekerja pada titik ini. Menariknya sengketa proses pencalonan paling banyak di Papua yang infrastruktur teknologi informasi agak ketinggalan,” terangnya.

Hal lain yang dia cermati soal penerapan penyalahgunaan wewenang bakal calon petahana dan netralitas Aparatus Sipil Negara (ASN) berdasarkan Pasal 71 UU Pilkada 10/2016. Kritikan atas pengawasan dan penanganan Bawaslu atas larangan mutasi pejabat, penyalahgunaan program seperti bantuan sosial (bansos) demi kepentingan yang diduga menjadi calon petahana menurutnya tak relevan.

“Pasal 71 sudah diterapkan, ada 23 kabupaten/kota di 11 provinsi yang diduga menyalahgunakan bansos untuk kepentingan pemilihan yang diduga akan menjadi calon petahana terus didalami. Kami terus melakukan koordinasi dengan KASN karena netralitas ASN ini bisa masuk di semua tahapan,” jelasnya.

Penerapan penyalahgunaan wewenang dan netralitas ASN berdasarkan Pasal 71 tersebut sempat mengalami perdebatan hukum lantaran adanya penundaan. Awalnya, pengawasan ini dilakukan sejak 8 Januari 2020 berdasarkan perhitungan enam bulan pelaksanaan penetapan pasangan calon pada 8 Juli 2020. “Kemudian karena ada penundaannya ditunda maka ada sedikit masalah. Namun, Bawaslu tetap melakukan pengawasan penyalahgunaan kepada yang diguga menjadi calon petahana,” tutup Bagja.

Editor : Jaa Pradana
Fotografer : Alfayusri

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu