• English
  • Bahasa Indonesia

Delegasi GNEJ Saling Cerita Pelaksaan Pemilu Saat Covid-19, Bagja: Indonesia Punya Banyak Panduan

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kiri) saat mendengarkan pandangan perwakilan dari Afrika Selatan (Afsel), Boissie Henry (tengah) dalam acara Sidang Pleno Kelima (Fifth Plenary Assembly) Global Network on Electoral Justice (GNEJ) di Bali, Senin 10 Oktober 2022/Foto: Pemberitaan dan Publikasi Bawaslu RI

Bali, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Dalam pleno satu acara Sidang Pleno Kelima (Fifth Plenary Assembly) Global Network on Electoral Justice (GNEJ) membahas serta menganalisa mengenai pelaksanaan pemilu di tengah pandemik covid-19. Enam delegasi GNEJ termasuk Bawaslu menceritakan penundaan pemilu yang terjadi di masing-masing negara serta mekanisme hukum yang dilakukan untuk mencari solusi dari masalah pandemi covid-19.

Panelis dalam sidang pleno satu ini terdiri dari hakim peradilan pemilu, penyelenggara pemilu, pemerintah, akademisi, serta penggiat demokrasi. Keenam panelis yakni Jean Philippe Derosier, Professor of Public Law, dari University of Lille, France, sekaligus President of the GNEJ’s Scientific Committee, Boissie Henry Mbha, Former President of the Electoral Court of South Africa, Jayantha Jayasuriya, Chief Justice of the Supreme Court of Sri Lanka, Amanda Domingues, Senior Program Manager National Democratic Institute (NDI), serta Altus Alejandro Baquero Rueda, Justice of the National Electoral Council of Colombia. Dari Indonesia mewakili Kemendagri, staf khusuendagri Kastorius Sinaga, dan Ketua Bawaslu sekaligus Presiden GNEJ 2022-2023 Rahmat Bagja.

Bagja mengungkapkan Indonesia menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah pandemi covid-19 dengan menunda selama tiga bulan. "Prinsip utama penyelenggaran Pilkada 2020 yakni pemenuhan hak politik dipilih dan memilih dan hak atas kesehatan dalam pelaksanaan pilkada sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan," cetusnya dalam forum GNEJ di Bali, Senin (10/10/2022).

Dia mengatakan pengalaman penyelenggaran pemilu di tengah pandemi menunjukan bahwa semua negara memiliki ketahanan dan bisa beradaptasi untuk setiap negara yang memiliki sistem ekonomi baik, termasuk sistem demokrasi.

"Kami (Indonesia) mempunyai sistem demokrasi pemilu secara spesifik untuk pandemik. Kami memiliki banyak panduan untuk menyelenggarakan pemilu ditengah pandemi. Kita juga memiliki sistem peradilan secara independen," papar alumnus Utrecht University, Belanda itu.

Terkait pemilihan di masa yang akan datang, Bagja mengungkapkam Indonesia mempunyai masalah dan tanganan pada penyelenggaraan pemilu dan pemilihan (pilkada) tahun 2024. Hal ini karena ada dua pemilihan, nasional dan lokal yakni pemiliham legislatif tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional,  pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah.

Sedangkan perwakilan dari Afrika Selatan (Afsel), Boissie Henry mengatakan pengadilan tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengubah tanggal pelaksanaan pemilu yang telah ditentukan dalam konstitusi. Jika komisi (penyelenggara pemilu Afsel) merasa sulit untuk menjalankan pemilihan dalam kondisi apapun, maka komisi harus melobi parlemen untuk mengubah tanggal tersebut.

"Pengadilan telah menegakkan prinsip kekuatan hukum. Pengadilan tidak boleh ikut campur dalam tanggal dan waktu yang telah ditentukan secara konstitusi oleh legislasi manapun," kata Bossie.

Sama hal yang terjadi di Afsel, hakim Alejandro dari Kolombia juga mengungkapkan hal serupa. Penyelenggara pemilu negara lain bisa mengganti tanggal pelaksanaan pemilu, tapi menurutnya di Kolombia tidak bisa mengubah waktu, karena itu sulit dilakukan.

"(Penyelenggaraan pemilu) dalam kasus covid, pemungutan suara bsia dilakukan secara jauh dengan menafaatkan teknlogi," kata Alejandro.

Penggiat demokrasi dari NDI, Amanda Domingues dalam forum ini menyampaikan tentang meningkatkan aksepbilitas pada saat melakukan pemungutan suara, bukan untuk mendapatkan hasil dari yang datang ke TPS tentunya. Menurutnya ada cara untuk memperluas pemungutan suara dan membuatnya dapat lebih diakses, sambil meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas.

"Kita ingin memperkuat institusi demokrasi melalui keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas dalam pemerintahan," kata Amanda.

Sementara mewakili pemerintah, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yakni Kastorius Sinaga memandang pemilu di Indonesia merupakan pemilihan terbaik di dunia, karena kita melakukan delapan jenis pemilihan. Dirinya bercerita, meski Pilkada 2020 dijalankan ditengah pandemi, namun tahapan demi tahapan proses pilkada tetap dipertahankan untuk memastikan semua berjalan secara jurdil, bebas, dan teratur.

"Pembelajaran di sana sebenarnya ktia sudah siap menajalankan pemilu dalam kondisi pandemi. Kita sudah melakukan formulasi ulang kerangka regulasi kita dan kita sudah meningkatkan dan memberdayakan semua pemangku kepentingan dalam pemilu," tutupnya.

Editor: Ranap THS
Fotografer: Bhakti Satrio Wicaksono

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu