Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Bawaslu mendukung upaya pelibatan dan kepeloporan pemuda terlibat dalam mewujudkan proses pemilu yang bersih dan berintegritas. Anggota Bawaslu Lolly Suhenty merasa perlu meyakinkan kalangan muda untuk tak lagi apatis dan apolitis dalam ajang demokrasi gelaran setiap tahapan Pemilu 2024
Lolly menjelaskan tiga tantangan pelibatan kalangan muda terlibat aktif dalam proses pemilu. Tantangan pertama menurutnya, pemuda masih banyak merasa apatis dan apolitis sementara pemilu masih dianggap domain elit atau kelompok tua.
"Imbasnya anak muda sering kali dijadikan objek politik ketimbang bersama-sama diajak merumuskan gagasan 'flatporm' figur kandidat. "Kita perlu mendorong mereka tak lagi apatis dan apolitis sehingga mereka ikut terlibat," tuturnya saat menjadi narasumber dalam diskusi daring (dalam jaringan) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rabu (31/5/2023).
Tantangan kedua, lanjut dia, pemuda tidak dilibatkan sejak dalam perumusan regulasi kepemiluan. Lolly pun menyebut, tantangan ketiga, pemuda dan mahasiswa memiliki gagasan kaya, tetapi belum mampu menggerakkan jaringannya untuk melawan praktik 'unfairnes' seperti politik uang, politisasi SARA, mobilisasi birokrat, atau penyelenggaraan etik penyelenggara pemilu.
"Perlu kita pikirkan bersama-sama agar anak muda terlibat. Bawaslu mendukung kepeloporan pemuda seperti melibatkan dari sektor hulu perumusan kebijakan," terang perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari, 45 tahun silam ini.
Lolly meyakinkan, pemuda mempunyai kekuatan besar dalam Pemilu 2024. "Pemilih yang merupakan kalangan muda mendominasi hampir 60% yang dari data KPU diidentifikasi sekitar 107 juta pemilih. Karena itu, peran pemuda begitu diharapkan," sebutnya
Dirinya mengaku, Bawaslu mendukung kepeloporan pemuda dalam mengawasi pemilu. Dia mencontohkan seperti penyusunan Peraturan Bawaslu bersama pemuda yang tergabung sebagai pemantau pemilu. "Lalu pemuda sebagai pengawas pemilu. Pasal 117 ayat 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2022 dapat disi PKD (Pengawas Keluarahan/Desa) dan PTPS (Pengawas TPS) minimal 17 tahun dengan persetujuan Bawaslu Kabupaten/Kota dari sebelumnya persyaratan usia minimal 25 tahun," jelas dia.
Dia melanjutkan upaya dukungan Bawaslu lainnya yakni pemuda bisa mendaftarkan komunitasnya sebagai pemantau pemilu meskipun tidak berbadan hukum. Lolly menyatakan, sudah ada kolaborasi Bawaslu dan kalangan muda melalui program pengawasan partisipatif berkelanjutan yang saat ini sudah ada 25 ribu kader.
"Anak muda perlu didorong menjadi pemantik dalam kelompok strategis yang menjadi peserta pemilu dengan mengkampanyekan gagasan baru dalam mendukung pemilu bersih dan berintegritas," tegas perempuan yang pernah menjadi Tenaga Ahli di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.
Apa yang bisa dilakukan anak muda dalam pengawasan partisipatif? Lolly menjawab dapat melakukan pendidikan kepada pemilih, melakukan pemantauan isu-isu tertentu sesuai yang diharapkan kelompok tersebut. "Kemudian bisa bergabung dalam komunitas digital pengawasan partisipatif bernama Jarimu Awasi Pemilu yang dibangun Bawaslu dan bisa berkolaborasi bersama Bawaslu di tingkat lokal di seluruh jenjang mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga jajaran ad hoc (sementara/tingkat kecamatan, tingkat kelurahan desa, dan tingkat Pengawas TPS)," urainya.
Editor: Jaa Pradana