• English
  • Bahasa Indonesia

Abhan Yakinkan Penindakan Pelanggar Protokol Kesehatan demi Pilkada Luber, Jurdil, dan Sehat

Ketua Bawaslu Abhan dalam Webinar Menyongsong Pilkada Serentak 2020, Tertib Protokol Kesehatan atau Kami Tindak yang diselenggarakan oleh Mabes Polri. Foto: Humas Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Ketua Bawaslu Abhan meyakinkan dalam keadaan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Bawaslu melakukan pengawasan elektoral dan non-elektoral seperti protokol kesehatan pencegahan penyebaran covid-19. Untuk itu, dalam pelaksanaan pilkada kali ini, dirinya berharap bukan hanya menghasilkan pemilihan yang luber dan jurdil (langsung; umum; bebas; dan rahasia serta jujur dan adil), tetapi juga memastikan tetap sehat.

“Saat ini kita berharap pemilihan bisa berlangsung secara luber, jurdil, dan sehat. Memang dengan adanya pandemi ini banyak tantangan. Namun, sebagai penyelenggara kami tetap optimis. Syarat utama adalah tertib kesehatan,” sebutnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Menyongsong Pilkada Serentak 2020, Tertib Protokol Kesehatan atau Kami Tindak yang diselenggarakan oleh Mabes Polri, Kamis (1/10/2020).

Menurutnya, Bawaslu menjadi bagian dari yang punya kewenangan untuk melakukan penindakan. Akan tetapi dalam menerapkan protokol pencegahan penyebaran covid-19 ada ketentuan pidana lainnya, maka Abhan meyakinkan penindakan juga dilakukan lembaga penegak hukum lainnya lainnya seperti kepolisian. Dia menunjuk ketentuan aturan tersebut misalnya ada di Pasal 212, 216, dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, Peraturan Daerah termasuk Peraturan Gubernur; Peraturan Bupati; atau Wali Kota, dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020.

“Ini bisa kena semua pihak, bukan hanya oleh peserta. Penindakan bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu melainkan menjadi tanggung jawab lembaga terkait seperti kepolisian. Kita perlu kerja bersama. Tanpa ada koordinasi dan kerja bersama maka akan berat,” tutur magister hukum Universitas Sultam Agung Semarang (Unissula) itu.

Abhan menyambut baik terbitkanya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 yang menerapkan aturan prokol kesehatan dalam Pilkada 2020. “Misalnya satu TPS ditetapkan maksimal 500 pemilih. Bisa diatur waktunya agar tidak terjadi kerawanan,” sebut dia.

Sejauh ini, memasuki hari keenam tahapan kampanye masih ada temuan-temuan terkait pelanggaran protokol kesehatan. Temuan itu antara lain ada di 35 kabupaten/kota seperti tidak pakai masker. Namun menurutnya jumlah tersebut mengecil apabila dibandingkan dengan pelanggaran saat pendaftaran bakal calon.

“Ini kampanye masih enam hari dari 71 hari. Saat penetepan paslon tak banyak pelanggaran seperti saat pendaftaran bapaslon. Kami terus memetakan potensi kerawanan seperti penerapan protokol kesehatan secara ketat apabila kampanye daring dan media sosial tidak bisa dilaksanakan mengingat keterbatasan jaringan internet,” papar Abhan.

Hadir dalam acara ini, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono Asisten Operasional (Asops) Kapolri, Irjen Imam Sugianto, Plh Ketua KPU Ilham Saputra, dan akademisi Universitas Sebelas Maret, Weka A Gunawan.

Ilham sendiri menyatakan PKPU Nomor 13 Tahun 2020 salah satunya mengubah metode kampenye tatap muka menjadi kampanye daring dan melalui media sosial. “Tadinya ada kegiatan olahraga, bazar, perlombaan dihapus dan diganti dengan kampanye media sosial dan media daring. Tetapi masih ada pertemuan tatap muka, kami membatasi dilaksanakan di ruang tertutup dengan maksimal 50 orang yang kapasitas ruangannya dua kali dari jumlah peserta. Dalam kampanye ada pula larangan tertulis mengikutsertakan anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan lansia,” sebutnya.

Saaat pemungutan suara, dia menyebutkan, formulir kedatangan dibagi berdasarkan jam. Lalu dalam antrian ada batasan minimal satu meter dan penyiapan cuci tangan dan sabun. “Petugas menggunakan APD yang akan meneteskan tinta sehingga tinta tidak lagi dicelup. TPS juga disemprot diinfektan secara berkala,” jelas Ilham.

Selain itu, dia merasa perlunya aturan yang bisa melengkapi berupa Perppu atau revisi UU dalam mengisi kekosongan hukum. Misalnya imbauan pemilih berusia 45 tahun ke atas agar tak lagi datang ke TPS. “Ini perlu terobosan hukum seperti kotak suara keliling dan surat suara via pos. Hal itu sudah diatur dalam UU Pemilu 7/2017 namun belum diatur dalam UU Pemiliha 10/2016,” akunya.

Selain itu, KPU juga sedang menyiapkan e-rekapitulasi dalam mencengah pengumpulan massa. “Rekapitulasi tingkat kecamatan memang bisa ditiadakan namun ada kendala adanya peraturan perundang-undangan yang masih menetapkan rekapitulasi tingkat kecamatan. Karena itu, perlu ada pelengkap aturan,” tegasnya.

Sementara Asops Kapolri menyatakan dalam operasi yustisi, Polri sudah menertibkan sekitar 2 juta orang dalam mematuhi protokol kesehatan dan denda hingga hampir Rp2 miliar. “Kami sudah memetakan kerawanan. Sudah disiapkan skema pergeseran pasukan untuk daerah yang berpotensi kondfik. Segala jenis bentuk keramaian itu menjadi dilarang sesuai maklumat Kapolri,” tegasnya.

Fotografer: Muhtar
Editor: Jaa Pradana

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu