• English
  • Bahasa Indonesia

Politik Uang dan Isu SARA Masih Jadi Musuh pada Pilkada 2020

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo bersama pengawas pemilu di Poso mendeklarasikan antipolitik uang dan politik SARA. Foto : Rama Agusta

Poso, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, praktik politik uang dan politisasi isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) masih menjadi dua hal yang menghambat kualitas demokrasi. Menurutnya, dua hal tersebut masih menjadi musuh demokrasi, terutama dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 karena hanya akan menciptakan rantai korupsi di dalam penyelenggaraan negara.

Dewi memandang, dari berbagai studi yang pernah ada, politik uang dalam kontestasi pilkada berkorelasi positif terhadap realitas lahirnya kepala daerah yang tertangkap tangan oleh KPK. Dampak panjang dari kondisi tersebut, rakyat yang semestinya memperoleh pelayanan prima dari kebijakan daerah, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

"Uang negara yang diperoleh dari pajak rakyat, menjadi bancakan elit politik daerah. Dalam jangka Panjang, praktik vote buying juga menciptakan mental bangsa yang rapuh. Betapa tidak, harga diri dan kehormatan rakyat rela dijual dengan harga murah," cetusnya dalam acara Deklarasi Pilkada Berintegritas Anti Politik Uang, Pembuatan, dan Penyebaran Berita Hoaks, di Poso, Sabtu (8/2/2020).

Koordinator Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu itu menambahkan, politisasi SARA dalam kontestasi pilkada juga tampak menyeruak dan menghentakkan kesadaran masyarakat. Baginya, politisasi SARA menjadi tidak bisa dibenarkan karena mendelegitimasi identitas SARA tertentu dengan mengunggulkan identitas yang lain.

Terlebih lagi, lanjutnya, dalam Pasal 69 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan, dalam melaksakan kampanye Pilkada, dilarang melakukan penghinaan kepada seseorang, agama, suku, ras dan golongan terhadap calon kepala daerah. Dalam pasal yang sama, kampanye juga dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat.

"Proses penegakan hukum Pidana Pilkada menjadi jalur paling baik untuk memberikan sanksi sekaligus tindakan pencegahan terhadap praktik penghinaan dengan menggunakan isu SARA," tegas Akademisi Universitas Tadulako Palu itu.

Menghadapi tantangan Pilkada 2020, Bawaslu mengajak semua komponen bangsa khususnya bagi pemangku kepentingan kepemiluan di tanah air, untuk sama-sama mewujudkan pemilu yang bersih, berkualitas, dan menjunjung nilai-nilai luhur bangsa. Untuk itu, kata Dewi, Bawaslu dalam menjalankan fungsi dan tugas pencegahan pelanggaran pemilu, menginisiasi untuk mewujudkan Pilkada Serentak 2020 yang berintegritas.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Poso yang diwakili Wakil Bupatinya Samsuri mengapresiasi acara deklarasi tersebut. Menurutnya, acara seperti itu menjadi bukti kecintaan masyarakat Poso terhadap ibu pertiwi dalam mensukseskan Pilkada Serentak 2020.

Dia juga memastikan kondisi Poso yang kondusif. Sehingga dia menjamin perhelatan Pilkada Serentak 2020 di wilayahnya berlangsung aman dan dapat berjalan dengan baik.

"Hak-hak pemilih di sini (Poso) kami akan jamin keamanannya selama Pilkada," tegasnya.

Untuk diketahui, acara deklarasi tersebut turut dihadiri perwakilan unsur pemimpin daerah setempat, 8 perwakilan partai politik, dan puluhan Panwascam serta masyarakat dari latar belakang berbeda.

Editor : Jaa Pradana

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu