Dikirim oleh Robi Ardianto pada
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam Seminar Nasional Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Pengawas Pemilu melalui Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemilu yang Berkepastian Hukum dalam Rangka Revisi UU Pemilu di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sabtu (13/12/2025).

Makassar, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pentingnya merancang ulang mekanisme penegakan hukum pemilu untuk memperkuat keadilan elektoral dan kepercayaan publik terhadap demokrasi.Bagja memaparkan, gagasan redesain mekanisme penegakan hukum pemilu yang menempatkan Bawaslu sebagai institusi dengan fungsi quasi peradilan yang tegas dan berdaya ikat.

 

“Putusan Bawaslu harus memiliki kekuatan mengikat yang kuat dan wajib ditindaklanjuti. Kepatuhan terhadap putusan Bawaslu dan badan peradilan adalah bagian dari kepatuhan terhadap hukum pemilu itu sendiri,” katanya dalam Seminar Nasional Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Pengawas Pemilu melalui Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemilu yang Berkepastian Hukum dalam Rangka Revisi UU Pemilu di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sabtu (13/12/2025). 

 

Dia berharap adanya desain penegakan hukum pemilu saling terhubung. Ia menjabarkan, penanganan pelanggaran dan sengketa proses pemilu di Bawaslu, gugatan TUN Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga perselisihan hasil pemilu yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) secara terhubung, menjadi satu kesatuan jalan mencari keadilan pemilu. Harapannya, upaya hukum yang satu dapat menjadi pijakan mengajukan upaya penegakan hukum lanjutan. 

 

Bagja menilai, selama ini masih terjadi perbedaan tafsir dalam penegakan hukum pemilu. Akibat perbedaan tafsir dan lemahnya kepatuhan terhadap putusan lembaga peradilan, kerap memicu sengketa berulang dan bahkan berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) yang berdampak besar terhadap stabilitas politik dan keuangan negara.

 

“Pemilu itu mahal, tetapi pemilu yang bermasalah jauh lebih mahal. Ketika putusan tidak dijalankan secara konsisten, konsekuensinya bukan hanya sengketa hukum, tetapi juga pemborosan anggaran negara,” ujarnya.

 

Dalam paparannya, Bagja menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan pelanggaran pemilu. Ia mendorong penguatan sistem informasi digital yang memungkinkan publik untuk memantau setiap tahapan penegakan hukum pemilu secara terbuka dan akuntabel.

 

Menurutnya, keterbukaan informasi merupakan kunci untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Dengan sistem digital yang transparan, publik dapat mengetahui proses penanganan laporan, putusan, hingga tindak lanjutnya.

 

“Pemilu yang adil tidak hanya soal hasil, tetapi juga soal proses yang transparan dan bisa diawasi publik. Tanpa keterbukaan, keadilan elektoral akan sulit dirasakan masyarakat,” kata Bagja.

 

Dalam kesempatan tersebut, Bagja juga mengajak mahasiswa dan kalangan akademisi untuk mengambil peran aktif dalam memperkuat kualitas pemilu. Salah satu bentuk kontribusi konkret yang didorong adalah keterlibatan mahasiswa dalam meneliti dan mengkaji syarat pencalonan peserta pemilu.

 

Menurut Bagja, banyak sengketa pemilu justru berawal dari persoalan syarat calon yang tidak dikaji secara mendalam sejak awal tahapan. Oleh karena itu, kajian akademik yang kritis dan berbasis data sangat dibutuhkan untuk mencegah persoalan hukum sejak hulu.

 

“Kampus memiliki peran strategis dalam menjaga kualitas demokrasi. Mahasiswa tidak hanya menjadi pemilih, tetapi juga mitra kritis dalam mengawal proses Pemilu yang berintegritas,” pungkasnya.

 

Guru besar Universitas Hasanuddin Aswanto menjelaskan tindak hukum pemilu merupakan adalah perbuatan melanggar hukum yang terkait langsung dengan penyelenggaraan pemilihan umum, baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan, maupun pasca pemungutan suara, dan diatur secara khusus dalam undang-undang.

 

Kendalanya, kata dia, dari sisi subtantif unsur politik uang sulit dibuktikan, sanksi pidana terlalu ringan, dan peran politik lokal yang kuat. "Lalu, kendala kelembagaan, Bawaslu belum memiliki kewenangan pro justitia, Gakkumdu sering berbeda pandangan, dan kapasitas SDM tidak merata di daerah," jelasnya. 

 

Selain itu, Bawaslu dan Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan Nota Kesepahaman yang ditandatangani Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan Rektor Universitas Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa. Juga, Perjanjian Kerja Sama antara Bawaslu dan Fakultas Hukum Unhas.

 

Foto: Robi Ardianto

Editor: Dey