Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengungkapkan netralitas ASN dan penyalahgunaan wewenang dari calon petahana menjadi pelanggaran yang banyak terjadi dalam hajatan pilkada. Maka dari itu dia meminta Bawaslu daerah agar tidak takut dalam menjalankan tugasnya saat memberikan rekomendasi dan membuat kajian meskipun itu berisiko.
"Setiap Pilkada (pelanggaran) yang paling sering terjadi adalah netralitas ASN dan bagaimana petahana melaksanakan kewenangannya, baik untuk melakukan mutasi atau untuk melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," kata Fritz dalam Rapat Koordinasi Bantuan Hukum Pilkada Serentak 2020 melalui daring, Senin (10/8/2020).
Pengajar hukum tata negara di STH Indonesia Jentera itu menjelaskan dalam UU 10 Tahun 2016 Pasal 70 dan 71 telah secara detail menjelaskan subjek hukumnya siapa yang dimaksud petahana dan apa yang dimaksud tindakan menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
"Pasal 70 dan 71, menurut saya sudah menjelaskan secara detail bagaimana subjek hukumnya siapa yang dimaksud dengan petahana, kemudain bagaimana tindakan yang menguntungkan dan merugikan (salah satu paslon)," jelasnya.
Koordinator Divisi Hukum, Humas dan Pengawasan Internal Bawaslu itu menegaskan perhelatan pilkada merupakan proses pemilihan yang keras. Pasalnya, hajatan ini melibatkan tokoh lokal dan orang-orang sekitar daerah pemilihan itu.
Namun, dia menegaskan kepada Bawaslu daerah untuk tidak takut dalam menjalankan tugasnya sebab itu perintah UU. Bawaslu RI juga, kata dia siap memberikan pendampingan jika terdapat permasalahan hukum jika berkaitan dengan menjalankan tugasnya.
"Setiap kajian pasti memiliki proses yang berbeda-beda, ada kajian yang berujung kepada sebuah rekomendasi didiskualifikasi, ada kajian yang berujung pada proses pidana, dan ada kajian yang bapak ibu akan dikenakan sebuah pelanggaran baik etika atau dibawa ke pengadilan seperti kasus di Bukit Tinggi, Jember, Ambon, Sulawesi Selatan artinya setiap kajian yang bapak ibu lakukan memiliki risiko," katanya.
Fotografer : Robi Ardianto
Editor : Jaa Pradana