Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjabarkan beberapa permasalahan dalam proses tahapan pendaftaran dan verifikasi administrasi partai politik (parpol). Menurutnya perlunya persamaan persepsi antar-penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) dalam mengantisipasi persoalan yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan.
"Pemilu itu amat kompleks. Memang ada pendekatan yang tak bisa dijangkau oleh hukum,” katanya dalam podcast hasil kerja sama Netgrit dan Tribunnew.com Partai Politik Layak dan Tidak Layak Lolos di Pemilu 2024 di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Bagja mencontohkan ada yang berbeda dalam verifikasi administrasi dengan memverifikasi menggunakan video call. “Dalam PKPU 4 Tahun 2022 tak ada aturan yang mengatur verifikasi administrasi menggunakan video call. Karena itu, kami mengingatkan KPU, sehingga kemudian muncul SE (surat edaran) Ketua KPU yang dapat memperbolehkan penggunaan video call,” tuturnya.
Dalam tahapan pendaftaran parpol hingga verifikasi administrasi, dia menjelaskan terdapat 15 parpol yang mendaftarkan dugaan pelanggaran administrasi. Hasilnya, lanjut Bagja, enam diputus dalam putusan pendahuluan tak memenuhi persyaratan formiil. “Sembilan lanjut ke ajudikasi, namun semua dugaan pelanggaran administrasi dengan termohon KPU itu ditolak karena KPU tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi,” ungkapnya.
Anggota KPU Idham Holik menyatakan penggunaan video call dalam verifikasi administrasi pendaftaran parpol akibat situasi force majure (keadaan kahar atau kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya).
”Misalnya di Kalimantan Barat terjadi banjir sehingga tak memungkinkan diverifikasi secara fisik. Atau di daerah kepulauan keadaan alam seperti gelombang laut atau sedang sakit sehingga tak memungkinkan datang untuk dilakukan verifikasi administrasi,” sebutnya yang mengikuti secara daring (dalam jaringan).
Idham meyakinkan penggunaan teknologi informasi ini sebagai alat bantu. “Ini merupakan bukan hal baru, termasuk seperti penggunaan Sipol (Sistem informasi partai politik),” ujarnya.
Dalam acara yang dipandu dua mantan komisioner KPU (periode 2017- 2022) Arief Budiman dan Hadar Nafis Gumay ini juga menjabarkakan mengenai adanya parpol yang melakukan pencatutan nama masyarakat sebagai anggota atau kepengurusan parpol tersebut.
“Kami sudah meminta parpol untuk menghapus. Dalam hal ini pencatutan nama oleh parpol termasuk delik aduan. KPU menerima aduan sampai 13 Desember 2022,” ucap Idham.
Editor: Reyn Gloria
Fotografer: Mustofa Hadi