Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Bawaslu menjelaskan adanya keabsahan penggunaan teknologi informasi (TI) dalam hal penyampaian laporan dugaan pelanggaran Pilkada Serentak 2020. Hal ini merupakan bagian rancangan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) dalam adaptasi dengan situasi pandemik covid-19, kendala geografis, keamanan, dan musibah alam.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan penggunaan TI dalam menyampaikan laporan dugaan pelanggaran untuk Pilkada 2020 juga berlaku hingga tahap klarifikasi (penanganan pelanggaran). Dimana dalam melakukan proses pengkajian temuan atau laporan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, atau Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam)yang biasanya memanggil pelapor, terlapor, saksi, atau ahli secara langsung, kini bisa menggunakan metode TI.
"Penggunaan teknologi informasi saat ini adalah hal yang harus dilakukan bagi kami. Contoh, kami tidak melarang orang lapor langsung, tetapi kami menyarankan tidak langsung pun kami terima," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8/2020) yang pula dihadiri jajaran KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Abhan menambahkan, penggunaan TI dalam hal penyampaian laporan dugaan pelanggaran pilkada juga bisa dilakukan jika dalam keadaan tertentu. Dia mencontohkan terhadap alasan faktor geografis, keamanan, atau bencana alam. "Jika keadaan seperti itu, penerapan klarifikasi dapat dilakukan menggunakan teknologi informasi," terangnya.
Perlu diketahui, dalam RDP ini terdapat dua rancangan Perbawaslu, yaitu Rancangan Perbawaslu tentang Penanganan Laporan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dan Rancangan Pebawaslu tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang terjadi secara struktur, sistematis dan masif.
Komisi II DPR RI pun membuat catatan terhadap Bawaslu. Salah satunya, memperketat pengawasan terhadap tahapan-tahapan pilkada yang memicu kecurangan dan pelanggaran, terutama calon petahana yang terindikasi menyalahgunakan kewenangan dan program yang bersumber dari APBN dan APBD.
Selain itu, ada pula pembahasan empat perubahan Peraturan KPU (PKPU) yang dikonsultasikan atas kesepakatan bersama untuk disetujui. Pertama, perubahan PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Kedua, perubahan PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Ketiga, perubahan atas PKPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Terakhir, pembahasan perubahan atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota serentak lanjutan dalam kondisi Bencana nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Editor: Ranap THS
Fotografer: Muhtar