• English
  • Bahasa Indonesia

Dewi: UU Pemilu itu Akad Nikah Sentra Gakkumdu

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Gakkumdu Provinsi Jawa Timur Pada Pemilu 2019 di Surabaya, Kamis (5/9/2019) malam/Foto: Ranap THS

Surabaya, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Koordinator Nasional Sentra Gakkumdu (Penegakkan Hukum Terpadu) Ratna Dewi Pettalolo mengibaratkan, hubungan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan sudah menjadi satu rumah tangga. Menurutnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengikat ketiganya sebagai keluarga dalam Sentra Gakkumdu.

Dia meyakinkan, ketiga institusi ini punya peran masing-masing dan tidak ada yang mendominasi dalam menangani perkara pidana pemilu.

"Bawaslu menyadari betul kehadiran penting Sentra Gakkumdu ini dari bagian yang tak bisa dipisahkan. Selain, kepentingan teknis dari UU, tujuannya juga menyelamatkan proses tindak pidana pemilu," ujarnya saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Gakkumdu Provinsi Jawa Timur Pada Pemilu 2019 di Surabaya, Kamis (5/9/2019) malam.

Baca juga: Tingkatkan Kinerja Pengawasan, Fritz Minta Bawaslu Belajar dari Pengalaman 

"Sudah jadi satu rumah tangga, tentu ada beberapa masalah itu biasa. Tapi, tidak bisa cerai. Hanya boleh diceraikan lewat UU," tambah Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu ini.

Dewi bercerita, awal hubungan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan dalam Sentra Gakkumdu bermula Pemilu 2009. Kala itu, ada nota kesepahaman antara Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung Nomor 055/A/JA/VI/2008, 01/BAWASLU/KB/VI/2008. "Ini ibaratnya baru kenalan. Belum terlalu dekat," akunya.

Berdasarkan pengalamannya, pada 2004 saat menjadi Panwaslu di Palu, Sulawesi Tengah. Dia bilang, saat itu memang sudah koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan, tapi belum ada Sentra Gakkumdu.

Dewi mengaku pernah diinterogasi kapolres dan kajari lantaran memproses dugaan pelanggaran pidana 400 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akibat tak memberikan salinan berita acara hasil penghitungan suara di TPS atau biasa disebut salinan formulir C1.

"Padahal, berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu, KPPS wajib memberikan salinan formulir C1. Bila tidak, ada sanksi pidana. Yang saya lakukan ini bahkan jadi isu nasional dalam pembahasan di Komisi II DPR RI," cerita perempuan kelahiran Palu, 10 Juni, 52 tahun silam tersebut.

Baca juga: Dewi: Evaluasi Gakkumdu Secara Objektif Temukan Solusi 

Upaya menindak pelanggaran pidana 400 KPPS, lanjutnya, mendapat perhatian besar dari Kapolres Palu dan Kajari Palu. "Pak Kajari Palu katakan ini tidak bisa diproses. Kalau KPPS yang honornya terbatas dan sampai dipenjara, maka nanti tidak ada lagi yang mau menjadi KPPS. Itu pertama kali pengalaman saya. Intinya ada musyawarah jadi jalan tengah," sebutnya.

Lalu, tahap kedua hubungan Sentra Gakkumdu pada Pemilu 2014 kian mesra. Dewi menjelaskan, ada Nota Kesepakatan Bersama Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung Nomor 01/NKB/BAWASLU/I/2013; B/2/I/2013; KEP-005/A/JA/01/2013 tentang Sentra Gakkumdu. "Bukan lagi nota kesepahaman, tapi sudah menjadi nota kesepakatan. Nah resminya akad nikah itu di UU 7/2017," terangnya.

Untuk itu, Dewi berharap hubungan Bawaslu, kejaksaan, dan kepolisian makin intim dalam wadah Sentra Gakkumdu. Baginya, perlu melakukan berbagai forum diskusi demi mencapai kesepakatan dalam menegakkan keadilan pemilu dari sisi tindak pidana. "Sehingga, kita berada di jalan yang benar," imbuhnya.

Selain itu, dalam acara ini hadir pula jajaran pimpinan Bawaslu tingkat kabupaten/kota se-Jatim, unsur kepolisian, dan kejaksaan yang juga dari berbagai daerah dari Jatim. Ketua Bawaslu Jatim M Amin menjelaskan, di wilayahnya sudah ada 5 putusan pidana Pemilu 2019 yang sudah berkekuatan hukum tetap dan tidak ada lagi tunggakan perkara.

Baca juga: Buku Sekjen Bawaslu Raih Anugerah Pustaka Terbaik 2019 

Namun, dirinya mengingatkan, sering kali jajaran Bawaslu mendapat ancaman dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh pihak yang tidak puas dari upaya menegakkan keadilan lewat Gakkumdu. "Karenanya, melakukan penanganan secara benar. Harapannya, hasil mengawal Pemilu 2019 ini bisa lebih baik lagi untuk Pilkada 2020," tukasnya.

Koordinator Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Yusuf Sumalong mewakili Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim Asep Maryono pun menyatakan harmonisasi Gakkumdu dalam menangani pelanggaran pidana Pemilu 2019 sudah berjalan. Akan tetapi, dirinya menyatakan harapan adanya bantuan anggaran. "Karena kami dari pusat tidak ada anggaran khusus penanganan pidana pemilu," bebernya.

Sedangkan AKBP Heri Setyo perwakilan Dirkrimum Polda Jatim Kombes Gidion Arif Setyawan mengungkapkan, apresiasi kepada Bawaslu dan Sentra Gakkumdu dalam mengawal Pemilu 2019 sebagai kali pertama menggelar pemilihan presiden dan pemilihan legislatif bersamaan dengan hasil terbilang baik. "Harapan kami di kepolisian bisa memperkuat soliditas pada Pilkada 2020," pungkas dia.

Fotografer: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu