• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Pastikan Jaga Hak Memilih dan Dipilih

Kiri ke kanan: Gatot Ristanto (moderator), Ketut Argawa (Polri), Hairansyah (Komnas HAM), Rahmat Bagja, dan Prof Lili Romli (LIPI)/Foto: Andrian Habibi

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, tugas Bawaslu memastikan hak-hak sipil dan politik dalam pemilu. Karena, hak asasi manusia mengenal hak menggunakan hak pilih dan hak untuk dipilih.

"Dalam cacatan digital, bisa dilihat Bawaslu menjaga hak asasi pemilih dan dipilih," katanya di Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu ini menuturkan, pemantauan hak asasi yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus menyeluruh, termasuk memantau perlindungan hak asasi warga negara sebagai pemilih dan calon atau peserta pemilu. Karena, hak-hak seseorang tidak boleh hilang, kecuali akibat putusan pengadilan atau pembatasan oleh Undang-undang. "Kita apresiasi hasil pemantauan Komnas HAM," ujarnya.

Bagja mengingatkan, dalam hal melindungi hak warga negara, Bawaslu memberikan rekomendasi perbaikan daftar pemilih. Sehingga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memperbaiki daftar pemilih. Hal ini yang membuktikan, Bawaslu menjaga hak pilih. "Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPT HP) itu karena rekomendasi Bawaslu," terangnya.

Salah satu contoh, Bagja mengingatkan aturan administrasi yang mengancam hak pilih warga negara. Dia mengatakan, hak pilih masyarakat adat termasuk yang terancam akibat persoalan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Belum lagi, masyarakat adat ini tinggal di daerah hutan lindung. Sehingga sulit di data dan mendapatkan hak untuk terdaftar sebagai warga negara juga terdaftar sebagai pemilih. "Bawaslu juga ikut memperjuangkan hak warga negara yang merupakan bagian dari masyarakat adat, seperti suku Badui Dalam di Banten dan suku Anak Dalam di Jambi," sebutnya.

Selain itu, Bagja menerangkan, persoalan hak asasi untuk dipilih. Dosen Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Jakarta ini menjelaskan, Bawaslu mendukung pemilih mendapatkan calon yang bersih dan berintegritas. Namun, pembatasan hak untuk dipilih harus melalui putusan pengadilan atau peraturan perundang-undangan. Misalnya, pembatasan hak asasi mantan narapidana, Bagja mengatakan, KPU tidak berhak membatasinya.

"Tidak bisa pembatasan hak untuk dipilih ditetapkan melalui Peraturan KPU (PKPU). Bawaslu setuju subtansi pelarangan, tetapi tidak bisa dilakukan dalam PKPU," ucapnya.

Bagja melanjutkan, dalam mendukung upaya memberikan hak pemilih untuk mendapatkan calon terbaik dalam Pemilu. Bawaslu merekomendasikan penyebaran petikan putusan pengadilan terhadap mantan narapidana. Sehingga, masyarakat mengetahui daftar calon dan latar belakangnya. "Bawaslu sudah berikan solusi. Jadi, biarkan pemilih yang memilih," tegasnya.

Terakhir, Bagja memberikan catatan terhadap pantauan Komnas HAM terkait banyaknya korban yang meninggal saat pemungutan dan penghitungan suara. Bawaslu, kata Bagja, tekanan psikologis atau stress adalah salah satu penyebab meninggalnya penyelenggara adhoc saat pemilu. "Bawaslu berusaha menemukan solusi untuk mengurangi beban stres bagi Pengawas TPS kedepan," terang alumnus Pascasarjana Ilmu Hukum di Belanda ini.

Rahmat Bagja hadir dalam acara "Pemilu 2019: Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara". Pada kesempatan ini, Bagja menjadi penanggap atas Buku Laporan Tim Pemantauan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Komnas HAM.

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu