Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menegaskan komitmen nir-kekerasan di lingkungan kerja Bawaslu harus menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu, dia mengajak seluruh jajaran serius dalam membangun ekosistem kerja di lingkungan Bawaslu yang ramah gender.
"Kekerasan seksual itu bukan hanya menjadi masalah perempuan, juga menjadi masalah laki-laki. Intinya, persoalan ini harus menjadi konsentrasi kita semua," ujarnya saat Rapat Konsolidasi dalam Rangka Membangun Ekosistem Penyelenggara Pemilu yang Adil tanpa Kekerasan Berbasis Gender di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Dia memandang, membangun ekosistem yang berprespektif gender memiliki dua syarat. Pertama, perpektifnya harus jelas seperti membangun rumah yang harus jelas pondasinya dan desainnya. "Jadi, perspektif itu penting, cerminan perspektif dari kata-kata, mau dia guyonan, mau itu sesuatu yang serius, diskusi, gesture tubuh bahkan menjadi sangat potensi orang mengalami kekerasan seksual. Untuk itu, harus clear dulu menempatkan gender itu apa?. Lingkungan yang berspektif gender itu apa?. Bawaslu harusnya lingkungan kerjanya seperti apa?" tuturnya.
Dalam kesempatan itu Lolly juga mengingatkan perjuangan panjang para aktivis perempuan hingga akhirnya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disahkan. Maka itu, menurur dia mengawal UU tersebut menjadi tugas bersama, tidak hanya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) atau Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak saja.
"Undang-undang TPKS ini perlu juga menjadi rujukan ketika kita melakukan pembaharuan terhadap regulasi yang ada, baik itu sifatnya Perbawaslu ataupun yang lain," jelas alumnus IAIN Sunan Gunung Djati Bandung itu.
Diakhir paparan dia juga berkomitmen, setelah MoU dilakukan akan menindaklanjuti dengan Komnas Perempuan. "Juga dengan senang hati membuka elaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk merumuskan pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilingkungan kerja bawaslu," tegasnya.
Nantinya pedoman tersebut, kata dia, menjadi kewajiban melakukan pembinaan seluruh jajaran Bawaslu. "Hari ini kita MoU, lalu akan ditindaklanjuti dengan membuat pedoman pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual di lingkungan kerja Bawaslu," papar Lolly.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati menambahkan perjalanan lahirnya UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual melalui proses yang panjang dirilis sejak 2016 dan di undangkan tahun 20222. Undang-undang ini pula telah diharmonisasi dengan 12 undang-undang lainnya agar tidak terjadi tumpang tindih aturannya, misalnya UU Pornografi, UU Kesehatan, UU ITE, danlain sebagainya.
Tujuannya, kata dia, untuk memastikan penanganan kasus kekerasan tindak pidana seksual bisa dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. "Kejahatan seksual sudah menjadi bentuk kejahatan luar biasa. Hal itu bertentangan tidak hanya nilai-nilai ketuhanan, juga nilai-nilai kemanusiaan yang mengganggu keamanan dan kesejahteraan masyarakat," tegasnya.
Editor: Jaa
Fotografer: BSW