• English
  • Bahasa Indonesia

Bagian Gakkumdu, Bawaslu Ikut Tegakkan Keadilan Pidana Pemilu 2019

Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo bersama dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan dalam Rakornas Sentra Gakkumdu, di Jakarta, Rabu (5/12/2018)/Foto: Irwansyah

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Menjadi bagian dari Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) bersama kepolisian dan kejaksaan, Bawaslu aktif mengungkap atau menegakkan pelanggaran pidana pemilu. Hal ini guna menegakkan keadilan pemilu.

Bila ditelisik, keadilan merupakan roh penyelenggaraan pemilu. Kata adil berdasarkan UU Nomor 7 Tahun tentang Pemilu didefinisikan asas dan prinsip pemilu di Pasal 3 dan 4 . Karenanya, Bawaslu punya wewenang mengupayakan penindakan pidana pemilu untuk menegakkan keadilan.

Guna menciptakan pemilu yang jujur dan adil, Bawaslu tidak sendirian. Bawaslu bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan dalam Gakkumdu turut terlibat menindak setiap dugaan pelanggaran pidana pemilu.

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menekankan pentingnya kerja sama dan saling bahu-membahu dalam menjalankan tugas penanganan pelanggaran pidana Pemilu. Menurutnya, Bawaslu, menginginkan penegakan hukum pemilu yang dimotori oleh pengawas pemilu, penyidik dari kepolisian, dan penuntut dari kejaksaan agar bisa menghadirkan keadilan untuk semua pihak yang berperkara.

“Penegakan hukum pemilu kami anggap sebagai mahkotanya Bawaslu, tentu Bawaslu tidak ingin mahkota tersebut jatuh karena penegakan hukum pemilu yang dianggap tidak adil,” ujarnya medio Maret 2019 lalu.

Baca juga: Ketua Bawaslu: Sentra Gakkumdu Harus Netral

Adapun wewenang Bawaslu adalah meminta keterangan dan menganalisis laporan atau temuan dugaan pidana pemilu sesuai Pasal 95 huruf (g) UU Nomor 7/2017. Akan tetapi, Bawaslu tidak bisa menyelesaikan proses hukum dugaan pidana pemilu. Bawaslu dibatasi satu hari sejak pleno untuk menyerahkan laporan dugaan pidana pemilu kepada kepolisian (Pasal 476 ayat 1 UU 7/2017). Laporan itu pun berdasarkan rapat bersama dengan Kepolisian dan Kejaksaan (Pasal 476 ayat (2) UU 7/2017).

Proses selanjutnya adalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana pemilu berdasarkan Pasal 477 UU No. 7/2017. Mengikuti proses beracara pidana sesuai UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka setelah ditemukaan bukti permulaan yang cukup, penyelidik diharuskan menyerahkan berkas perkara dugaan pidana pemilu kepada penyidik. Hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 479 UU 7/2017.

Tahapan berikutnya, penyidik kepolisian diberi waktu 14 hari untuk menyerahkan hasil penyidikan dan berkas perkara kepada penuntut umum. Lalu, penuntut umum melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan paling lama lima hari.

Lembaga pengadil dalam dugaan pelanggaran pidana pemilu sendiri di pengadilan negeri sebagaimana disebut Pasal 482 ayat (1) UU 7/2017 dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan Dan Pemilihan Umum. Maka, pengadilan bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana pemilu paling lama tujuh hari.

“Ketika ada dugaan pelanggaran dan laporan, kami (Bawaslu) menindaklanjuti. Ada temuan dari pengawas pemilu, Bawaslu tindak lanjut tentu bekerja sesuai koridor UU,” tambah Ketua Bawaslu Abhan di Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Abhan menyampaikan, selama penyelenggaran Pemillu 2019 terdapat 548 pelanggaran pidana. Dari jumlah tersebut, sebanyak 114 kasus mendapat vonis pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Kasus-kasus yang telah divonis tersebar di 29 provinsi. Tiga kasus tertinggi adalah politik uang, yaitu 25 putusan. Disusul pelanggaran kampanye ada 20 putusan, dan kepala desa yang berpihak ada 18 putusan,” tunjuk Abhan.

Baca juga: Penyelidik dan Penyidik Sentra Gakkumdu Harus Lebih Teliti

Dari analisis Bawaslu, pelanggaran pidana tersebut terdiri dari politik uang sebanyak sembilan putusan, pemalsuan dokumen delapan putusan, pelaksana atau peserta dan tim kampanye melanggar larangan kampanye 21 putusan. Ada pula pelangggaran pidana kampanye melibatkan unsur yang dilarang 5 putusan, kepala desa yang melakukan tindakan menguntungkan 11 putusan, kampanye di media cetak elektronik di luar jadwal terdapat 5 putusan, keterlibatan ASN, TNI, dan Polri dalam kampanye ada 9 putusan, penggunaan fasilitas Negara ada 2 putusan, dan kampanye di tempat terlarang terdapat 1 putusan.

Contoh putusan kasus pidana pemilu misalnya putusan Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Terdakwa Intan Pelapory Alias Irmalina Rahayaan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemilu lantaran melakukan pemungutan suara dengan mengaku sebagai orang lain dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat bulan dan denda sebesar Rp1 juta.

Baca juga: Data Pelanggaran Pemilu 2019 per 23 April 2019

Ada pula putusan Pengadilan Negeri Wonogiri Nomor 61/Pid.Sus/2019/PN Wng Tahun 2019. Terdakwa Lambang Purnomo, ST Bin Marino terbukti melakukan tindak pidana money politics atau memberikan sejumlah uang saat kampanye. Terdakwa lantas dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 (satu) bulan dan 15 (lima belas) hari dan denda sebesar Rp6 juta.

Contoh lainnya, putusan Pengadilan Negeri Padang Sidempuan Nomor 136/Pid.Sus/2019/PN Psp Tahun 2019 dengan Terdakwa Muammar Indra Wahyuni Rambe alias Junit yang dibacakan pada 26/4/2019 oleh Hakim Ketua Julius Panjaitan. Terdakwa  dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menggunakan kekerasan dengan melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara. Alhasil, Muammar dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) bulan  dan denda sejumlah Rp24 juta.

Bagi Ratna Dewi Pettalolo, masih banyak kasus pelanggaran pidana pemilu menunjukkan perlunya perbaikan kualitas pemilu. "Ini menunjukkan capaian kualitas Pemilu yang diharapkan masih jauh dari harapan bersama karena masih banyak pelanggaran yang terjadi," sebutnya saat menjadi pembicara dalam forum Rapat Kerja Penegakan Tindak Pidana Pemilu dan Peran Ahli Hukum Pidana Dalam Mewujudkan Pemilu Demokratis, Senin (1/4/2019), di Batam.

Menurutnya, ketentuan yang tergolong pidana pemilu diatur mulai dari Pasal 488 sampai dengan Pasal 554 UU 7/2017. Ada sekitar 67 pasal dalam UU Pemilu Nomor 7/2017 yang mengatur subjek, objek, denda dan masa hukuman yang dianggap melanggar kepastian hukum dan keadilan dalam Pemilu.

Editor: Ranap Tumpal HS

Berita Kewenangan Bawaslu Lainnya:

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu