Yogyakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, salah satu catatan dalam penyelenggaraan pemilu serentak adalah terkait sistem keadilan pemilu atau electoral justice system. Menurutnya, dalam pelaksanaan pemilu ke depan, sistem keadilan pemilu harus disederhanakan.
Abhan menjelaskan, saat ini proses sistem keadilan pemilu kewenangannya berada di beberapa lembaga, yakni Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan di Bawaslu dengan fungsi quasi peradilan (semi peradilan).
“Prosesnya begitu panjang. Oleh sebab itu perlu adanya lembaga peradilan pemilu yang bisa memberikan satu putusan final,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion Evaluasi Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 di Yogyakarta, Senin (22/7/2019).
Baca juga: Fritz: TSM Bukan Kompetensi Absolut MA
Abhan menjelaskan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan kewenangan fungsi Bawaslu yang lengkap, mulai dari melakukan pengawasan dan pencegahan, fungsi penindakan, hingga fungsi quasi peradilan melalui proses ajudikasi.
Dalam melaksanakan fungsi quasi peradilan, sambungnya, Bawaslu menyelesaikan sengketa proses yang terjadi antara peserta pemilu dengan KPU selaku penyelenggara pemilu maupun antarsesama peserta pemilu. Dia bilang, out put (hasil) dari proses ini adalah putusan sama halnya dengan putusan MK.
Baca juga: Afif Harap Pendidikan Pengawasan Partisipatif Jaring Anak Muda
Abhan menambahkan, dalam Pemilu 2019 ada signifikansi atau makna penting terkait kewenangan ajudikasi Bawaslu dengan rendahnya permohonan sengketa ke MK. “Tahun 2014 jumlah permohonan PHPU di MK sebanyak 902, sementara tahun 2019 sebanyak 340. Ini menunjukkan sisi positif dari kewenangan ajudikasi Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa proses,” tunjuknya.
dirinya berharap, lembaga peradilan pemilu bisa terwujud dalam pemilu mendatang. “Bawaslu dapat menjadi embrio pembentukan lembaga peradilan Pemilu ini,” pungkasnya.
Editor: Ranap Tumpal HS