Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengungkapkan banyak diskusi dan pertanyaan akan kemana arah pengawasan Pemilu 2024 setelah Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. Menjawab hal tersebut, dia meyakinkan seluruh kebijakan pengawasan pemilu yang akan dilakukan Bawaslu tetap mengacu aturan perundang-undangan yang ada.
Menurutnya secara teroritis tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengawasan Pemilu 2024 lantaran acuan pokoknya yakni undang-undang belum mengalami perubahan. "Artinya semua kebijakan (pengawasan pemilu) menuju (pemilu) 2024 atau dalam 2024 pasti bayang-bayangnya ada di UU (undang-undang)," tegasnya dalam webinar bertajuk ‘Quo Vadis’ Pengawasan Pemilu, Selasa (9/11/2021).
Baca juga: Afif: Pengawas Partisipatif Bantu Bawaslu Lakukan Pengawasan Pilkada dan Pemilu
Lelaki yang membidangi Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu itu mengatakan sejumlah inovasi baik sifatnya teknis maupun penggunaan teknologi, posisinya tidak boleh melampaui kewenangan yang diatur UU terhadap Bawaslu. Afif menilai kewenangan atribusi yang diberikan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sudah sangat besar dibandingkan kewenangan berdasarkan UU sebelumnya.
"Jadi kalau membandingkan perfoma Bawaslu dengan UU 7/2017 itu belum ada bandingannya. Kewenangan-kewenangan yang diberikan seperti permanennya (Bawaslu) Kabupaten/Kota, kewenangan diskualifikasi, dan lain-lain hanya di Undang-undang 7/2017 yang sangat pokok," papar lelaki yang pernah mondok di Pesantren Nahrul Ulum Sidoarjo tersebut
Lebih lanjut, dia menyebutkan terkait isu strategis teknologi pengawasan, Bawaslu masih menempatkan teknologi sebagai supporting sistem untuk membantu dalam melakukan pengawasan pemilu. Beberapa inovasi dalam hal ini yakni teknologi pengawasan dalam tahapan pencalonan, kampanye dan dana kampanye, pemungutan dan penghitungan suara yang memakai Sistem Pengawasan Pemilu (Siwaslu) serta e-rekap.
Baca juga: Siwaslu Siap Awasi Tungsura Pilkada 2020 Lebih Siap
Selain itu, penguatan kewenangan Bawaslu dalam UU, lanjut dia, secara sosiologis dan politis turut berdampak dalam pengelolaan Pilkada 2018, Pemilu 2019 serta Pilkada 2020. Baginya hal ini juga berpengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap Bawaslu. Setidaknya, berdasarkan survei Litbang Kompas capaian kepercayaan publik setelah tahun 2019 meningkat yakni sebesar 79 persen dalam Pemilihan Legislatif dan 78 persen dalam Pemilihan Presiden.
"Dari hal itu, masyarakat akan sangat terpengaruh bagaimana orang memandang Bawaslu, bagaimana orang akan memetakan mau kemana Bawaslu ini," terang Afif.
Editor: Ranap THS