Dikirim oleh Bhakti Satrio pada
Anastasia Prativi Tyas Ratri akrab disapa Tata saat dilantik sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Bawaslu tahun 2024/Foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum– Mengabdi selama 16 tahun bukanlah waktu yang singkat. Di dunia swasta, pengalaman selama itu mungkin telah mengantarkan seseorang pada jabatan tinggi. Namun, bagi Anastasia Prativi Tyas Ratri (56), atau yang akrab disapa Tata, pengabdian panjang di Sekretariat Jenderal Bawaslu adalah bukti kesetiaan tanpa mengejar jabatan tinggi.

Tata memulai perjalanan kariernya di Bawaslu pada Februari 2009. “Saya pertama kali mengenal Bawaslu dari Pak Robert Simbolon, Kepala Sekretariat saat itu. Beliau senior saya di kegiatan gereja di Pasar Minggu. Suatu hari, saya membaca berita di Kompas bahwa akan ada lembaga baru bernama Bawaslu, dan Pak Robert ditunjuk sebagai kepala sekretariatnya,” kenang Tata.

Sebelum bergabung dengan Bawaslu, Tata telah malang melintang di dunia jurnalistik sejak 1996. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis di Liputan 6, lalu berpindah ke media hiburan seperti Gaya Hidup dan CeknRicek. Ketika diajak Robert untuk bergabung di bagian hubungan masyarakat (humas) Bawaslu, Tata menghadapi tantangan baru. 

“Berpindah dari dunia media yang cair dan egaliter ke lingkungan pemerintahan yang lebih formal terasa sedikit kikuk pada awalnya,” akunya usai diwawancarai di Gedung Bawaslu, Selasa (1/7/2025).

Sebagai pengelola humas di lembaga yang baru berdiri, Tata juga menghadapi sejumlah keterbatasan, terutama jumlah pegawai. “Saya mengerjakan tugas humas sendirian. Karena itu, saya usulkan agar Bawaslu lebih dulu dikenalkan ke publik. Kami mempromosikan Bawaslu lewat media dan radio dengan memanfaatkan jaringan kenalan saya di dunia jurnalistik,” cerita Tata.

Untuk memperkenalkan Bawaslu, Tata menginisiasi konferensi pers dan diskusi publik. “Itu cukup efektif karena masyarakat saat itu belum tahu apa itu Bawaslu,” ujar sarjana ilmu komunikasi ini. Pada 2009, saat Pemilu berlangsung, Tata sering kali menghabiskan lebih banyak waktu di kantor, bahkan menginap beberapa hari untuk menyelesaikan tugas. 

“Setiap tiga bulan, kami harus menyiapkan laporan pengawasan untuk rapat dengar pendapat di DPR,” ungkapnya.

Pengabdian panjang di Bawaslu membentuk pandangan Tata tentang pemilu. Ia bahkan kerap merasa kecewa ketika pemimpin terpilih ternyata terlibat permasalahan misalnya korupsi. “Saya merasa bersalah sebagai bagian dari pengawas pemilu. Apakah pengawasan kami kurang? atau karena apa? Bagaimana caranya memastikan pemimpin yang terpilih benar-benar sesuai harapan masyarakat?” tanyanya reflektif.

Setelah 16 tahun berdedikasi dan melalui proses seleksi yang ketat, pada 1 Juli 2025 Tata akhirnya diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tata yang merupakan pegawai non-ASN dengan masa kerja terlama di Bawaslu ini, dilantik secara serentak bersama 4.360 pegawai Bawaslu lainnya. Momen ini membawa campuran rasa haru, bahagia, dan sedih. “Sedih karena saya menanti momen ini begitu lama. Tapi, puji Tuhan, saya kini menjadi bagian utuh dari Bawaslu. Pemerintah juga menunjukkan perhatian kepada kami, mantan pegawai honorer, dengan mengangkat kami menjadi PPPK yang haknya hampir setara PNS,” ungkapnya. 

Bagi Tata, pengangkatan ini adalah penghargaan negara atas pengabdian tulusnya dan rekan-rekan sesama pegawai honorer. “Ini bukti bahwa pengabdian kami selama ini dihargai. Saya berharap dapat terus berkontribusi untuk Bawaslu, khususnya dalam memastikan pemilu yang jujur dan adil demi masa depan bangsa yang lebih baik,” tutupnya dengan penuh syukur dan semangat.


Editor: Reyn Gloria

Foto: Baini/Robi