Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu Abhan menilai permasalahan pemilu sejak awal reformasi hingga kini terasa sama. Ketika masa pemilu tiba, kehidupan berbangsa jadi penuh potensi bahaya. Sehingga taruhannya adalah kualitas demokrasi itu sendiri.
"Setiap masa pemilu tiba, kehidupan kebangsaan jadi penuh potensi bahaya, dan taruhannya adalah kualitas demokrasi serta eksistensi integrasi bangsa," ujar Abhan saat menjadi narasumber dalam acara webinar nasional bertema Visi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Pemilu dan Pilkada, di Jakarta, Senin (31/8/2020).
Agenda tersebut turut diikuti Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Mendagri Tito Karnavian, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, Ketua Umum AIPI Alfirta Salam, dan Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.
Menurut Abhan, pemilu dengan gaya demokrasi elektoral yang bebas, tidak boleh melabrak bangunan integrasi bangsa. Namun dirinya tetap optimistis bahwa transformasi sistem politik yang diikuti dengan transformasi nilai dan peran para elitnya akan menjadi jalan keluar bagi permasalahan ancaman disintegritas bangsa yang muncul sebagai ekses dinamika politik yang terjadi saat pemilu.
Dia menjabarkan para elit harus lebih bertanggung jawab dalam proses pendidikan politik kepada rakyat, juga perbaikan sistem, dan tata kelola pemilu, perbaikan kerangka hukum pemilu, serta peningkatan integritas penyelenggara pemilu.
"Karenanya, peran para elit politik dalam menjaga dan menyebar makna substantif dari demokrasi pemilu kepada rakyat harus ditempatkan di atas kepentingan merebut kekuasaan," tegas Abhan.
Apalagi tambah Mantan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah itu, berkaca dari penyelenggaraan Pilkada 2015, 2017, dan terakhir 2018 serta Pemilu Tahun 2014 dan 2019, menunjukan ada dinamika politik yang semakin tajam membelah rakyat dan menyeret pada ancaman potensi perpecahan.
Praktik politik identitas yang menyulut sentimen keagamaan menghasilkan polarisasi yang merongrong demokrasi. Bahkan lebih dari itu, Abhan menilai, secara nyata mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
"Fenomena ini mengindikasikan bahwa dinamika kehidupan bangsa sedang mengarah kepada kemunduran atau kemerosotan politik (political decay)," terangnya.
Maka dari itu, dia memandang, perlunya perbaikan terhadap sistem keadilan pemilu, yang mencakup politik hukum dalam penyusunan desain sistem penegakan hukum pemilu. Sistem diarahkan pada mengoptimalkan koreksi administrasi terhadap akibat yang muncul dari tindakan pelanggaran hukum pemilu guna memulihkan hak-hak peserta pemilu dan masyarakat serta mengembalikan integritas proses dan hasil pemilu.
Serta mengoptimalkan munculnya efek jera dan menciptakan sistem penegakan hukum pemilu yang sederhana, cepat, dan berbiaya murah.
Editor : Jaa Pradana