Dikirim oleh irwan pada
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat memberikan materi dalam kegiatan Webinar Nasional Penegakan Kode Etik Organ Penyelenggara Pemilu dan ASN dalam Pilkada 2020 di Jakarta, Minggu 8 November 2020/Foto: Humas Bawaslu RI (Irwan)

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan kode etik bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh penyelenggara pemilu, baik jajaran Bawaslu maupun KPU. Dengan tetap patuh atas aturan yang ada, dia yakin tidak ada lagi penyelenggara pemilu diberhentikan dengan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Bawaslu dan KPU harus patuh terhadap etika pemilu. Jangan sampai akibat ketidaknetralan dan hawa nafsu karena adanya iming-iming sesuatu akhirnya mencoreng nama lembaga,” tegasnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Penegakan Kode Etik Organ Penyelenggara Pemilu dan ASN dalam Pilkada 2020 di Jakarta, Minggu (08/11/2020).

Dia pun meminta penyelenggara pilkada khususnya Bawaslu daerah yang mengawal Pilkada Serentak 2020 untuk tidak membeda-bedakan peserta pilkada. Semua peserta, kata dia, harus diperlakukan sama rata. “Jika  pasangan calon A dilarang, maka pasangan calon B harus dilarang juga. Bawaslu harus tegak lurus dan jangan sampai berpihak,” tuturnya.

Bagja yakin jika penyelenggara pemilu netral, maka pelaksanaan Pilkada 2020  bisa berjalan sukses walaupun dilaksanakan dalam situasi bencana nonalam pandemi covid-19. Alumnus ilmu hukum di Universitas Indonesia (UI) ini memberikan apresiasi terhadap penegakan kode etik penyelenggara pemilu yang dilaksanakan DKPP secara tegas.

“Saya pernah menjadi bagian di DKPP.  Bisa kita saksikan bersama bagaimana sebuah dewan kehormatan menyelenggarakan persidangan yang fair dan terbuka, padahal ini bisa dikatakan menyangkut sifat dan karakter seseorang,” ucapnya.

Editor: Ranap THS