Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar meminta pengawasan media sosial (medsos) harus lebih jeli. Menurutnya dalam menangani pelanggaran di medsos perlu berdiskusi dengan berbagai pihak sehingga bisa dipastikan apakah masuk dalam ranah pelanggaran pemilihan (pilkada) atau bukan.
Fritz bercerita pada Pilpres 2019 dia melihat banyak konten medsos yang dibuat-buat seakan isi konten tersebut adalah milik salah satu pasangan calon (paslon). Padahal ketika dikonfirmasi, Fritz mengungkapkan hal tersebut adalah bentuk kampanye hitam atau hoaks semata.
"Jadi harus kita lihat percakapan yang terjadi di medsos merupakan sebuah geunine (asli) atau fabricated (buatan) jadi itu yang menurut saya yang hrus dibedakan," tutur Fritz dalam diskusi daring bersama Perludem, Selasa (20/10/2020).
Pria Kelahiran Medan ini mengimbau semua pihak dapat lebih hati-hati dalam melihat suatu konten medsos yang berisi tindakan politik secara individual. Baginya langkah penanganan pelanggaran bisa dilakukan jika seseorang memprovokasi atau 'menunggangi' suatu obrolan di medsos.
"Kita jangan lupa medsos menjadi hak masyarakat untuk bisa berbicara dan itu harus dilindung. Tinggal sekarang kita lihat apakah pembatasan yang berisiko itu apa karena risiko yang masyarakat berdiskusi yang kita lihat. Atau tindakan-tindakan individual yang sengaja men-'drive' percakapan itu terjadi," sebutnya.
"Kalau itu sengaja diciptakan (konten hoaks/kampanye hitam) dan menurut saya itu kejahataan yang bisa kita tindak karena men'drive' opini yang muncul di publik. Itu saya rasa PR yang harus kita lihat supaya tidak terjadi kembali," tambah dia.
Fritz pun menyampaikan data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi, berdasarkan hasil laporan masyarakat yang diterima, hampir 90 persen terdapat dugaan pelanggaran soal pelanggaran protokol kesehatan (prokes). Dia menambahkan 'link' tautan yang disampaikan bersama laporan adalah foto beberapa paslon yang melakukan kampanye dengan tidak menerapkan prokes.
"Laporan warga minta hal ini di 'take down' karena menurut mereka itu adalah kampanye negatif. Hal ini juga perlu kita siasati ke depannya dengan 'guideline' atau strategi yang jelas," kata Fritz.
Editor: Ranap THS