Dikirim oleh Hendi Purnawan pada
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo memberikan araham dalam Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Pemilihan Tahun 2020 di Sumatera Barat, Rabu, (16/9/2021)/foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu RI

Padang, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyoroti banyaknya lembaga yang terlibat dalam penyelesaian masalah hukum dalam pemilhan. Mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN), hingga Mahkamah Agung (MA), terkadang putusan dari beberapa lembaga tersebut berbeda-beda.

"Ini menyebabkan lamanya proses yang berpotensi menggangu tahapan, serta menimbulkan ketidakpastian hukum," cetusnya dalam acara Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Pemilihan Tahun 2020 di Sumatera Barat, Rabu, (16/9/2021).

Wanita kelahiran Palu itu memandang, MA dan PTUN kerap memeriksa perkara terkait pemilihan diluar desain penegakan hukum yang telah diatur dalam UU Pemilihan. Contoh hal itu memeriksa keputusan Bawaslu atau KPU terkait pemberhentian penyelenggara pemilu sebagai tindak lanjut putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Masih banyak norma hukum dalam undang-undang Pemilihan yang menimbulkan perbedaan pendapat antar penegak huku. Ini salah satunya disebabkan akibat minimnya perhatian atas aspek penegakan hukum dalam proses legislasi atau penyusunan perundang-undangan," tegas pengajar Universitas Tadulako itu

Dikatakan Dewi, terdapat persoalan klasik yang kerap terjadi dalam pesta demokrasi yaitu batasan waktu penanganan yang sangat singkat dan terbatasnya kewenangan Bawaslu dalam melakukan penanganan. Maka perlu pengaturan batasan waktu penanganan pelanggaran oleh Bawaslu yang relatif lebih lama agar memudahkan proses pembuktian.

"Selain itu diperlukan adanya tambahan kewenangan kepada pengawas pemilu dalam mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan pemilihan," terangnya.

Fotografer: Hendi Purnawan
Editor: Jaa Pradana