• English
  • Bahasa Indonesia

Evaluasi Pemilu 2019, Afif: Lemahnya Manajemen Teknis

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, saat menjadi narasumber dalam acara Talk show Polemik MNC Trijaya FM di D'consulate Resto & Lounge, Jalan KH Wahid Hasyim Menteng Sabtu 27 April 2019/Foto: Baguz Pradana

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin meyakinkan adanya kecurangan pemilu serta terjadinya pemungutan suara ulang (PSU) atau pemungutan suara lanjutan (PSL) lantaran masih lemahnya manajemen teknis pemilu. Hal tersebut dia ungkapkan saat menjadi narasumber acara diskusi "Silent Killer," Polemik MNC Trijaya, Sabtu (27/4/2019) di D'consulate Resto & Lounge, Jalan KH Wahid Hasyim Menteng, Jakarta Pusat.

"Penyebab PSU, PSL dan korban yang bisa diukur adalah lemahnya manejemen teknis Pemilu," sebutnya dalam diskusi yang disiarkan secara Live nasional di 100 radio jaringan Trijaya FM tersebut.

Afif menjabarkan, menyesuaikan tema diskusi ini, dirinya merasa lebih baik membahas masalah yang bisa diukur. Misalnya banyaknya korban dari petugas pemilu di TPS berasal dari manajemen teknis. Baginya, kegagalan memanajemen teknis pemilu yang membuat tekanan dalam psikis atau kejiwaan, baik KPPS dan Pengawas TPS.

"Tekanan mental ini, seperti saat mau melakukan penulisan perolehan suara tapi formnya tidak ada, secara psikis itu kan membebani penyelenggara di TPS, sehingga kelelahan dan psikis mengakibatkan ratusan KPPS dan 55 Pengawas TPS meninggal," tegas Afif.

Meski begitu, dia meyakini, dalam manajemen teknis pemilu menurut Bawaslu sangat terukur. Mulai dari produksi kotak suara, surat suara, perlengkapan dalam TPS dan distribusi logistik pemilu sampai ke TPS.

Sementara narasumber lainnya Efendi Simbolon dari partai PDI Perjuangan menyatakan, masalah teknis yang menyebabkan jatuhnya korban pelaksaan Pemilu 2019 adalah karena putusan MK yang memutuskan hasil uji materi beberapa pengubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang  Pemilu.

"Ini UU (UU Pemilu) banci yang memutuskan serentak tapi tidak membaca masalah sosial yang disebabkan oleh putusan MK dan UU Pemilu," tegas Efendi.

Sementara Andre Rosiade dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengatakan bahwa pemilu serentak harus dievaluasi. Tapi sebelum mengevaluasi teknis, Andre sepakat dengan lemahnya manajemen teknis yang disampaikan oleh Bawaslu.

Hanya saja Andre merasa tidak ada keberanian Bawaslu dalam merekomendasikan dengan lebih tegas bentuk kecurangan pemilu.

"Bawaslu harus menerbitkan rekomendasi yang menyatakan kecurangan dalam pemilu," serunya.

Sementara Ketua KPU RI Arief Budiman mengungkapkan, KPU hanya menjalankan perintah UU. Menurutnya,hanya tahapan pemilu yang aturannya detil dan selesai sesuai waktu yang ditetapkan.

"Kami hanya menjalankan perintah UU," kata Arif.

Dia menambahkan, semua sudah proses penyelenggraan pemilu sudah terencana. "Kita (KPU) melaksanakan simulasi yang kemudian menjadi bahan perbaikan teknis saat hari H," sambung Arief.

Dalam hal evaluasi, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggaraini menjelaskan, Indonesia sejak tahun 2004 telah mendapatkan predikat sebagai pemilu paling kompleks. "Pakar Pemilu sudah jauh hari mengatakan Pemilu Indonesia itu sulit dalam penyelenggaraan teknis atau unmanagemenable (sulit, kerumitan manajemen), sehingga kerumitan pemilu bisa menimbulkan miss-administrasi," terangnya.

Namun, keseluruhan narasumber terkesan sempat bahwa aturan perundang-undangan dan teknis pemilu perlu dievaluasi. Dimana, Bawaslu dan KPU sependapat, evaluasi bisa dilakukan setelah penyelenggaraan pemilu serentak 2019 selesai.

Editor: Ranap Tumpal HS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu