Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan tantangan yang dihadapi pada Pemilu maupun Pilkada Tahun 2024 harus belajar dari pengalaman. Pasalnya, dia melihat pelanggaran maupun kesalahan yang dilakukan seharusnya tidak dilakukan lagi.
Bagja melihat dalam penyelenggaraan pemilu mendatang persoalan politik uang yang dapat di lakukan oleh partai politik maupun pemilih masih harus diwaspadai. Begitupula dengan Calon Kepala Daerah, Bagja melihat Bawaslu Pusat hingga Panwascam perlu memperketat pengawasannya sehingga sempit potensi pelanggaran bisa terulang.
"Yang menarik pelanggaran netralitas ASN refleksinya lebih banyak terjadi saat Pilkada 2020 daripada Pemilu 2019, oleh sebab itu kita harus waspada pilkada ini akan banyak ke arah sana," jelas Bagja dalam Diskusi publik refleksi pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 menuju Pemilu 2024 secara daring, Selasa (7/12/2021).
Selain itu Bagja pun melihat masalah makro terkait ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang multitafsir dapat membuat penyelenggara rentan dipersoalkan secara etik dan pidana. Pasalnya, kerapkali terdapat perbedaan persepsi antara penyelenggara dengan peserta politik, sehingga dia meminta penyelenggara dapat berhati-hati namun tetap berlaku profesional.
Bagja juga melihat masalah teknis lain yang harus dihadapi sesama penyelenggara yaitu sulitnya merekrut SDM ad hoc yang jalan keluarnya adalah pembinaan langsung dari Bawaslu Kabupaten/Kota. Kemudian dia melihat masalah jaringan teknologi informasi di berbagai wilayah khususnya Indonesia Timur yang kerap terjadi.
"Ini kita alami bersama dengan KPU RI, mengalami beban dan kendala yang sama. Maka saya harap Bawaslu Kabupaten/Kota menjadi garda terdepan untuk mendidik teman-teman Panwas adhoc," kata Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu ini.
Editor: Jaa Pradana