Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan tantangan penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2024. Tantangan tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu pada Penyelenggaraa Pemilu Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bantul, Provinsi DI. Yogyakrta, Jumat (13/8/2021)
Bagja membagi tantangan Pemilu 2024 menjadi tiga hal yakni masalah makro, masalag teknis, dan masalah SDM ad hock. "Masalah makro adanya ketentuan dalam UU pemilu dan pilkada yang multitafsir membuat penyelenggara rentan dipersoalkan secara etik bahkan pidana. ini yang akhirnya ada yang ke DKPP dan pengadilan pidana," kata Bagja.
Lalu, permasalahan teknis, pertama irisan tahapan antara pemilu dan pilkada. Kedua kesulitan akses jaringan teknologi informasi di berbagai daerah terutama wilayah Indonesia timur. Ketiga, kendala geografis di daerah yang terisolir, dan keempat yakni keterbatasan waktu rekapitulasi penghitungan suara dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU).
"Misalnya dalam IT adjudikasi yang bersifat video conference agak sulit di Indonesia timur padahal pada saat pandemi seperti ini yang video conference bisa dilakukan," jelas koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu itu.
Selanjutnya, lanjut Bagja, permasalahan SDM ad hoc yaitu kesulitan rekruitmen SDM adhoc dan kapasitas SDM adhoc dalam melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pungut hitung.
Dalam kesempatan itu, Bagja juga menjelaskan strategi dan antisipasi yang dilakukan. Strategi pertama yang harus dilakukan yakni pengaturan jeda waktu yang proporsional antara pemilu dan pilkada. "Ini juga yang harus dihitung dengan benar, kalau ada putaran kedua bagaimana," ucapnya.
Strategi kedua kata Bagja sosialisasi yang efektif seluruh jenis pemilu dan pilkada, ketiga penyamaan persepsi antarpenyelenggara baik KPU, Bawaslu, dan DKPP dengan melakukan identifikasi potensi masalah teknis dan hukum serta kerangka penyelesaiannya, dan keempat
optimalisasi sarana pengawasan Bawaslu dan pengawasan partisipatif.
"Inilah makanya ada yang namanya tripartit untuk membahas permasalahan yang ada pada tiga lembaga penyelenggara ini dan bawaslu selalu ikut serta dalam acara tersebut," ujar magister lulusan Utrecht Nederlands itu.
Bagja juga menyebutkan antisipasi yang harus dilakukan, pertama, penguatan SDM pengawas pemilu, kedua menggalakan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP), dan ketiga mengintensifkan koordinasi antarpenyelenggara dan antara penyelenggara dengan intansi penegak hukum pemilu lainnya yang berfokus pada identifikasi potensi masalah teknis dan hukum serta kerangka penyelesaiannya.
"ke depan kita tidak bangga dengan penanganan pelanggaran administrasi yang banyak misalnya, pelanggaran-pelanggaran yang kecil misalnya salah pemasangan baliho tidak usahlah masuk dalam pelanggaran adminitrasi cukup diselesaikan di lapangan melalui penyelesaian sengketa antara peserta dan penyelenggara," katanya.
Editor: Jaa Pradana