Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Papua Barat Rionaldo Parera mengaku, jajarannya pengawas pemilu di tingkat bawah tidak pernah diberikan salinan data rekapitulasi C1 (sertifikat hasil penghitungan tingkat TPS) hingga DA1 (sertifikat hasil penghitungan tingkat kecamatan).
Alih-alih memberikan data tersebut, KPU Maybrat justru disebut Parera telah mengeluarkan formulir DB1 (sertifikat hasil penghitungan tingkat kabupaten/kota) sebanyak dua kali.
"Sehingga ada dua data (DB1) di sini," beber Parera dalam sidang pemeriksaan saksi sengketa pemilihan legislatif (pileg) Papua Barat di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Dia menjelaskan, DB1 pertama sudah diberikan kepada Bawaslu dalam bentuk 'soft file'. Sementara DB1 kedua ialah formulir yang dibacakan dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi.
Parera menyebut, data kedua DB1 itu berbeda. Menurutnya, DB1 pertama berbeda dengan DB1 yang dibacakan pada saat rapat pleno tingkat provinsi.
Hakim MK Arief Hidayat lalu meminta kedua data tersebut untuk dilakukan penyandingan. Pihak pemohon Abdullah Manaray serta pihak KPU yang juga diminta menyaksikan penyandingan tersebut.
"Jadi di DB1 pertama, (suara) Abdullah Manaray itu 17, lalu Sanusi 7.121 suara. Di DB kedua yang dibacakan KPU Maybrat di tingkat provinsi, (suara) Manaray 17 tetap lalu Sanusi 9.621 suara," ujar hakim Arief usai penyandingan data.
Anggota Bawaslu Papua Barat lainnya Muhammad Nazil Hilmie menambahkan, terkait dengan permasalahan ini pihaknya juga telah melaporkan KPU Maybrat ke DKPP. "Terhadap adanya dualisme DB1, kami sudah proses etik KPU Maybrat," pungkasnya.
Editor: Ranap Tumpal HS
Fotografer: Jaa Rizka Pradana