Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Bawaslu Kabupaten Nias Barat menyampaikan temuan pelanggaran tindak pidana pemilu yang dilakukan tiga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Lolofitu Moi, Lahomi, dan Mandrehe atas adanya pergeseran suara pemilihan legislatif (pileg) 2019 di daerah pemilihan Nias Barat, Sumatra Utara (Sumut).
"Ketiga PPK tersebut kami anggap telah memenuhi unsur tindak pidana pemilu karena turut serta membubuhkan paraf hasil croscek KPU Nias Barat atas surat perintah KPU Sumut untuk dilakukan pembaharuan angka surat suara," kata Anggota Bawaslu Nias Barat Hiskiel Daeli saat memberikan keterangan di persidangan PHPU Pileg 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019.
Baca juga: Bawaslu Tanggamus Heran Pemohon Tak Lampirkan Daerah Kejanggalan
Hiskiel merinci, kronologis kenapa Bawaslu Nias Barat langsung menyatakan pelanggaran tersebut sebagai dugaan pelanggaran pidana Pemilu. Dia bercerita, pada 5 Mei 2019 pukul 15.00 WIB, KPU Nias Barat menerima surat dari KPU Sumut perihal pengecekan dan pencocokan DA1 dan DAA1 di Kecamatan Lolofitu Moi, Lahomi, dan Mandrehe termasuk TPS 2 Desa Ambuha, Kecamatan Lolofitu Moi yang dipersoalkan pemohon.
Menurutnya, atas pengecekan dan pencocokan tersebut keluar hasil angka yang baru. Lantas PPK di tiga kecamatan ikut membubuhkan paraf. Kemudian, lanjutnya, Bawaslu Nias Barat mempertanyakan apa legalitasnya pengecekan terus menghasilkan angka baru.
Hiskiel mengaku, kala itu KPU Nias Barat berdalih hal tersebut atas dasar surat dari KPU Sumut. Bawaslu Nias Barat pun secara langsung melihat ketiga PPK tersebut memparaf pembaruan angka. "Dan setelah itu kami jadikan sebagai temuan pelanggaran pidana pemilu," bebernya.
Atas temuan itu, Bawaslu Nias Barat lalu mengirimkan surat ke Sentra penegakkan hukum terpadu (Gakkumdu) tingkat kabupaten. Dirinya mengaku, saat pembahasan awal tim Gakkumdu sepakat kalau pelanggaran tersebut memenuhi unsur pidana pemilu. "Kemudian tim Gakkumdu melakukan klarifikasi dan meminta keterangan tiga PPK dan KPU Nias Barat," sebutnya.
Hiskiel bercerita, saat pembahasan, tim Gakkumdu dari kejaksaan dan kepolisian tidak sepakat untuk melanjutkan kasus ini ke tingkat penyidikan karena menganggap kurangnya bukti. Tapi, Bawaslu Nias Barat tetapi meyakini adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu.
“Saat itu dua Instansi (kejaksaan dan kepolisian) tidak sepakat kasus ini berlanjut ke tahap berikutnya, tapi Bawaslu Nias Barat tetap yakin itu pidana Pemilu karena memang temuan kami,” tegasnya.
Baca juga: Dewi: Validasi Data SIGARU Bisa Jadi Laboratorium Pembelajaran Pemilu
Selain itu, Hiskiel juga mengungkap kejanggalan lain yang terjadi saat rekapitulasi tingkat kecamatan. Dia bilang, ada ketidaksesuaian prosedur. "Tata caranya tidak sesuai karena tidak diperlihatkan kertas surat surat di hadapan saksi partai maupun masyarakat secara keseluruhan,"akunya.
"Yang terjadi hanya di lempar di meja dengan kode angka 4141 (4 nomor partai Golkar, 1 nomor urut caleg yang disebutkan dua kali), maka kami simpulkan itu tidak sesuai prosedur. Harusnya ditampakkan kepada para saksi partai atau pihak lainnya yang hadir," ujarnya.
Editor: Ranap Tumpal HS