Pekanbaru, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, Bawaslu adalah penyelenggara pemilu yang paling konsisten menegakkan aturan pemilu.
Ini terlihat salah satunya saat pelaksanaan tahapan Pemilu Serentak 2019 lalu, di mana Bawaslu meloloskan mantan narapidana korupsi yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019 karena aturan yang termuat dalam Peratutan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, tidak diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Apalagi keputusan Bawaslu itu diperkuat putusan Mahkamah Agung yang memutus uji materi Pasal 4 Ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hanya saja ungkap Bagja, tindakan benar Bawaslu yang sesuai UU tersebut tidak serta-merta membuat sebagian masyarakat sependapat. Justru tindakan Bawaslu itu dianggap langkah mundur. Tentu respon sebagian masyarakat itu membuat ambigu.
"Pada akhirnya semua mengakui Bawaslu paling benar sesuai hukum, namun dianggap belum benar oleh sebagian masyarakat," ujarnya saat membuka acara Rapat Kerja Teknis, Evaluasi Penyelesaian Sengketa Bagi Bawaslu Riau dan Kabupaten/Kota pada Pemilu Serentak 2019, di Pekanbaru, Riau, Senin (14/10/2019).
Lebih jauh Bagja yang menjabat Koordinator Divisi (Kordiv) Penyelesaian Sengketa itu mengutip istilah pakar hukum terkemuka sekaligus pemikir yang jadi pentolan mazhab hukum anthro-sociological jurisprudence, Roscoe Pound (1870-1964) yang berbunyi "law as a tool of social engineering" atau fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial.
Bagja menjelaskan, hukum diterapkan sebagai sarana untuk melakukan pembaruan di dalam masyarakat. Yang berarti juga hukum senantiasa berkembang secara teratur dalam suatu sistem hukum untuk menghadapi tuntutan kemanusiaan.
"Memang tidak selalu mudah menerapkan hukum sesuai uu apalagi menentukan pembaruan hukum," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Riau Rusidi Rusdan menyatakan, bahwa pihaknya adalah provinsi dengan sengketa kepemiluan terendah se-Indonesia pada Pemilu Serentak 2019.
"Provinsi kami itu paling miskin sengketa Pemilu Serentak 2019," katanya.
Dia menjelaskan, pada saat sengketa proses Pemilu Serentak 2019 lalu, provinsinya hanya menerima satu laporan sengketa, itupun terselesaikan dalam tahapan mediasi. Sedangkan di kab/kota hanya ada empat laporan sengketa.
Namun ia tidak menerangkan secara jelas apa rahasia dari keberhasilan pihaknya dalam Pengawasan Pemilu Serentak 2019 lalu, sehingga sengketa proses kepemiluan di sana menjadi minim.
"Hanya itu pengalaman kami, sehingga dalam membuat laporan dalam PHPU lalu, Riau paling cepat," pungkasnya.
Dalam acara itu, turut dihadiri jajaran pimpinan Bawaslu Riau beserta Kepala Sekretariat Bawaslu Riau. Juga dihadiri Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau.
Editor: Ranap THS