• English
  • Bahasa Indonesia

Transformasi Kewenangan Bawaslu dari Regulasi ke Regulasi

Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (6/4) 2017 yang menetapkan lima pimpinan Bawaslu dan tujuh pimpinan KPU periode Tahun 2017 - 2022 yang diseleksi oleh Komisi II DPR setelah melewati tahapan uji kelayakan dan kepatutan dan dipilih melalui mekanisme voting/ Foto: Nurisman (Humas Bawaslu RI)

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Perjalanan kewenangan Bawaslu dalam mengawal demokrasi bangsa ini merupakan proses hak dan kekuasaan kelembagaan. Dinamika dan konstelasi bangsa sejak masa orde baru hingga pasca-reformasi sangat mewarnai penguatan kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan keadilan pemilu.

Tokoh akademisi Ramlan Surbakti mengemukakan bahwa pengawasan pemilu yang efektif dipercaya sebagai instrumen yang mampu menghadirkan jaminan atas pelaksanaan pemilu yang demokratis. Instrumen tersebut harus mampu menjamin dan mempromosikan transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, dan integritas dari pelaksanaan pemilu. Jaminan ini menjadi penting karena berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap proses pemilu, hasil pemilu dan juga kepada demokrasi itu sendiri.

Lahirnya Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu di masa Orde Baru yang dibentuk dari Undang Undang Nomor 2 Tahun 1980, mandat pertama yang diberikan ialah untuk mengawasi pelaksanaan pemilu atau mengawasi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Pengawasan pemilu kala itu menjadi penting dilakukan mengingat banyak protes dari rakyat yang menduga adanya kecurangan pemilu yang dilakukan LPU pada gelaran pemilu-pemilu sebelumnya.

Memasuki periode reformasi di mana semangat demokrasi dijunjung tinggi, penguatan kelembagaan, organisasi, fungsi, keanggotaan dan kewenangan dari Panwaslak menjadi pilihan utama. Nama Panwaslak pun berganti menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Upaya untuk memperkuat Panwaslu terlihat pada UU No. 3/1999 yang telah mengatur secara lebih jelas kelembagaan Panwaslu, organisasi, keanggotaan, serta tugas dan fungsinya.

UU 3/1999 memberikan tugas dan fungus Panwaslu sebagai berikut: 1) Mengawasi semua tahapan penyelenggaran pemilu; 2) Menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan Pemilu; 3) Menindaklanjuti temuan, sengketa dan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan untuk dilaporkan kepada instansi penegak hukum.

Seiring waktu berjalan bersamaan dengan regulasi pemilu yang senantiasa terus disempurnakan, pada Pemilu 2004 kewenangan Panwaslu bertambah. Pengaturan kelembagaan Panwaslu tersebut tertuang pada UU No 12/2003 dan juga diatur dalam UU No. 23/2003. Secara keanggotaan, Panwaslu dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/ kota terdiri dari unsur Kepolisian Negara, Kejaksaan, Pendidikan tinggi, tokoh masyarakat, dan pers.

Masuknya unsur kepolisian dan jaksa ini merupakan upaya penanganan pelanggaran Pemilu bersama, yang merupakan refleksi dari Pemilu 1999. Forum antara Panwaslu, Keolisian, dan Keaksaan ini dalam rangka menciptakan frekuensi yang sama terkait pemahaman, persepsi, dan standar yang sama dalam menangani kasus pelanggaran pemilu. Nantinya forum koordinasi ini di masa yang akan datang dikenal dengan nama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).

Adapun kewenangan Panwaslu dalam UU 12/2003 yakni: a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilu; b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilu; c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilu; dan d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang.

Lompatan besar dari keberadan lembaga pengawas pemilu terjadi pada perhelatan Pemilu 2009. Jika pada masa-masa sebelumnya lembaga pengawas pemilu bersifat sementara atau Ad Hoc, berdasarkan Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2007 lembaga pengawas pemilu bersifat tetap serta berubah nama menjadi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Kedudukan Bawaslu kala itu setara dengan KPU serta melepaskan diri dari posisi lembaga yang berada dalam subordinat KPU seperti pada masa Orde Baru dan Pemilu 2004.

Perubahan kedudukan Bawaslu juga beriringan dengan penguatan Bawaslu secara kewenangan. Dalam UU No.22/2007 dan UU No.42/2008, tugas dan wewenang Bawaslu adalah mengawasi tahapan pemilu sesuai dengan UU, menerima laporan dan dugaan pelanggaran, serta memberikan rekomendasi atas temuan pelanggaran kepada KPU atau intansi berwenang lainnya. Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota diberikan wewenang untuk menyelesaikan temuan dan laporan sengketa pemilu, apabila tidak mengandung unsur tindak pidana.

Selanjutnya, pada UU No.15/2011 ada tiga tugas dan kewenangan Bawaslu sebagai institusi pengawas pemilu dalam konteks penegakan hukum pemilu. Pertama, melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap proses penyelenggaraan pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu. Kedua, menerima dan mengkaji laporan mengenai dugaan pelanggaran ketentuan administrasi pemiu dan dugaan pelanggaran ketentuan pidana pemilu. Ketiga, menyelesaikan sengketa administrasi pemilu secara final dan mengikat kecuali untuk dua hal sengketa. Kedua hal yang dimaksud adalah sengketa administrasi penetapan peserta pemilu dan sengketa penetapan daftar calon anggota DPR dan DPRD.

Posisi Bawaslu sebagai penyelesai sengketa pemilu selanjutnya diperkuat oleh UU Nomor 10/2016 yang menyatakan putusan Bawaslu bersifat mengikat. Akan tetapi, Bawaslu bukan satu-satunya lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pemilu sehingga seringkali menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.

Penguatan kewenangan Bawaslu berikutnya ada dalam UU No.7 Tahun 2017. Salah satu penguatannya yaitu temuan Bawaslu tidak lagi berupa rekomendasi, tetapi sudah menjadi putusan, Bawaslu sekarang memiliki kewenangan memutus pelanggaran administrasi sehingga temuan pengawas pemilu tidak hanya bersifat rekomendasi tetapi bersifat putusan/keputusan yang harus dilaksanakan oleh para pihak.

Secara rinci, pasal 95 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan Bawaslu berwenang untuk menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan pemilu. Bawaslu juga berwenang memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran baik pelanggaran administrasi pemilu maupun pelanggaran politik uang. Lalu dalam sengketa proses pemilu, Bawaslu berwenang menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian yang diajukan peserta pemilu.

Editor: Ranap THS
Penulis: Jaa Pradana dan Rama Agusta

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu