Gorontalo, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan tantangan pemilu dan pilkada ke depan tidak hanya politik uang, melainkan mewujudkan pemilu atau pilkada tanpa politik SARA. Hal itu diungkapkannya saat diskusi Penanganan Pelanggaran Pemilu atau Pemilihan bersama Bawaslu Gorontalo, Kamis (30/9/2021).
"Dalam undang-undang tentang pemilihan hanya dapat menjangkau praktik politisasi SARA dan ujaran kebencian pada saat masa kampanye saja," katanya saat menyambangi Bawaslu Gorontalo.
Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Tadulako tersebut menjelaskan dalam UU Pemilihan penggunaan politik SARA diatur dalam Pasal 69 huruf b. Dalam pasal tersebut menyebutkan dalam masa kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, calon wakil wali kota, dan/atau partai politik.
Di luar masa kampanye, kata Dewi Bawaslu tidak dapat menindaknya, sebab Bawaslu bekerja sesuai undang-undang. "Maka itu, masih diperlukan sebuah sistem penegakan hukum komprehensif meliputi substansi, struktur, dan budaya hukum terhadap penindakan praktik ujaran kebencian dan politisasi SARA saat menghadapi pemilu maupun Pilkada serentak 2024 mendatang," tegasnya.
Penulis dan foto : Humas Bawaslu Provinsi Gorontalo