Makassar, Badan Pengawas Pemilu - Dengan kewenangan menyelesaikan sengketa proses pemilu, Panwas Kabupaten/Kota yang belum empat bulan dilantik dituntut bergerak lebih cepat dari yang diharapkan dalam menangani sengketa. Panwas pun harus berani menghentikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah terbentuk sejak lama ketika melakukan proses yang salah.
"Selain soal percepatan, ini juga terkait soal kepercayaan diri sebagai pengawas," ujar Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar saat memberi sambutan pada kegiatan Rapat Kerja Pendalaman Pemahaman Penyelesaian Sengketa Pada Proses Pemilihan Umum 2019 di Makassar, Selasa (12/12/2017).
Hal senada disampaikan Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja. Ia mengatakan dalam memutus sebuah kasus, Panwas harus percaya diri dan yakin dari alat bukti yang terverifikasi dalam membuat putusan. Apabila telah diputuskan, maka panwas harus yakin dengan putusan yang dibuatnya.
"Oleh sebab itu, harus memperhatikan alat bukti dengan baik," ujarnya.
Bagja menambahkan, dalam pemilu ini ada dua hal baru yaitu mediasi dan ajudikasi yang berbeda dengan proses sengketa pada pemilihan. Selain itu karena proses sidang yang harus terbuka, maka Panwas Kabupaten/Kota diharapkan untuk menyiapkan tempat yang memadai untuk melakukan Sidang.
Mediasi merupakan proses mengakurkan dua belah pihak untuk berdamai. Sedangkan ajudikasi adalah tahap harus memutus benar salah, tidak ada lagi jalan tengah. Jika dalam ajudikasi maka harus putus yang didalamnya ada keyakinan dari mengamati alat bukti yang terverifikasi.
Kegiatan Rakernis ini diikuti oleh seluruh Panwas Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan dan se-Sulawesi Tengah sebagai salah satu upaya penguatan kapasitas dan pemahaman Panwas Kabupaten/Kota dalam penyelesaian sengketa pemilu. Panwas Kabupaten/Kota diharapkan memiliki kemampuan untuk menangani penyelesaian sengketa proses pemilu sesuai dengan pedoman standar khusus.
Penulis/foto: muhtar