Bandung, Badan Pengawas Pemilu -Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dalam melakukan penyelesaian sengketa proses Pemilu, Bawaslu diberikan tambahan kewenangan untuk melakukan mediasi dan adjudikasi.
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan, penambahan kewenangan ini menjadi tanggung jawab yang berat yang harus dijalankan oleh Bawaslu. Dalam hal ini, Bawaslu sangat berhati-hati dalam mengeluarkan putusan.
"Proses penyelesaian sengketa untuk pelaksanaan Pemilu berbeda dengan Pilkada. Kalau di Pemilu, pengawas juga dapat melakukan mediasi dan adjudikasi sebelum mengeluarkan putusan sengketa," jelas Fritz saat menjadi pembicara dalam kegiatan Bimtek Hakim Khusus Sengketa Pemilu di Indonesia Untuk Hakim Tata Usaha Negara, Jumat (8/12/2017)
Bawaslu, sambung Fritz, harus menyelesaikan sengketa proses Pemilu selama 12 hari. Semua proses dalam penyelesaian sengketa, mulai dari menerima permohonan penyelesaian sengketa, memverifikasi secara formal, melakukan mediasi, adjudikasi, sampai pada memutus penyelesaian sengketa, harus dilakukan secara cepat agar tidak lewat dari 12 hari.
"Jika lebih dari 12 hari, Bawaslu akan dilaporkan ke DKPP karena dianggap tidak professional dalam menjalankan tugas sehingga melanggar kode etik. Ini yang dihindari," ujar Fritz.
Fritz menjelaskan, putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat kecuali terhadap verifikasi partai politik peseta Pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta penetapan pasangan calon. "Jika putusan Bawaslu ini tidak diterima oleh pemohon, maka dapat dilakukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun semuanya harus masuk ke Bawaslu telebih dahulu, kemudian baru dapat ke PTUN," pungkas Fritz.
Penulis/Foto: Pratiwi/Irwan