• English
  • Bahasa Indonesia

Penyalahgunaan Bansos untuk Pilkada 2020 Bisa Dikenai Sanksi Pembatalan Calon

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo saat mengikuti Webinar tentang Implementasi/Penerapan Pasal 71 dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang pilkada, Kamis (04/07/2020). Foto : Irwan / Humas Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, bantuan sosial (bansos) yang digunakan oleh kepala daerah baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta walikota/wakil walikota untuk kepentingan Pilkada 2020 berpotensi dikenai sanksi pembatalan sebagai calon petahana. Hal ini diatur dalam Pasal 71 (3) jo ayat (5) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 188 sebagai tindak pidana pemilihan.

“Hati-hati atas nama bansos dan membungkusnya dengan tujuan tertentu (kepentingan pilkada) bisa dibatalkan sebagai calon jika dia petahana,”cetusnya saat mengikuti Webinar tentang Implementasi/Penerapan Pasal 71 dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang pilkada, Kamis (04/07/2020).

Dewi menambahkan, hasil pengawasan yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota mencatat ada 11 provinsi dengan 23 kabupaten kota yang terdapat pembagian bansos dengan menyertakan foto atau gambar kepala daerah (gubernur,bupati dan walikota yang berpotensi menjadi calon petahana) pada barang (bansos) yang akan diberikan kepada masyarakat.

“Jajaran Bawaslu di daerah telah mencatat dan menyampaikan ke kami (Bawaslu RI) perihal penyalahgunaan bansos ini. Untuk itu saya minta kebijakan nasional ini janganlah digandengkan dengan kepentingan kontestasi politik,” ungkap Dewi.

Sebelum adanya pandemi covid-19, Koordinator Divisi Penindakan ini menyatakan Bawaslu telah melakukan Workshop dibeberapa daerah secara bertahap terkait potensi pelanggaran Pasal 71. Bawaslu juga telah mengeluarkan surat himbauan kepada kepala daerah untuk tidak menggunakan program bansos untuk kepentingan pilkada.

Selain itu, Peraih Gelar Doktor di Universitas Hasanuddin Makassar ini memaparkan pandangannya terkait pelaksanaan pilkada 2020 di tengah pandemik covid-19. Pilkada di tengah pandemik covid-19, Dewi menempatkan keselamatan dan kesehatan masyarakat pemilih sebagai hukum tertinggi yang harus menjadi prioritas.

“Pilkada yang harus digelar di tengah pandemik ini mengharuskan pikiran kita tertuju kepada keselamatan dan kesehatan masyarakat. Saya menaruhnya sebagai hukum tertinggi yang harus menjadi prioritas,” Tegas mantan Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah itu.

Srikandi dijajaran Komisioner Bawaslu ini juga mengharapkan adanya protokol kesehatan yang ketat yang harus diberlakukan, terutama saat pemungutan dan penghitungan suara yang harus dihadiri masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya.

“Harapannya protokol kesehatan dibuat ketat. Misal wajib memakai masker, mencuci tangan, dan jaga jarak antar pemilih. Intinya dibuat aturan supaya masyarakat tidak ada keraguan/ketakutan untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara),” pungkas dia.

Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember mendatang disinyalir akan dimanfaatkan oleh para kontestan pilkada berbuat kecurangan. Dewi meminta masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara melaporkan jika melihat adanya pelanggaran pilkada.

“Masyarakat juga harus berpartisipasi, salah satunya melaporkan ke lembaga pengawas jika ada indikasi pelanggaran. Saya prediksi pelanggaran pilkada akan banyak terjadi jika sudah memasuki tahapan kampanye, minggu tenang, dan pemungutan suara. Pelanggarannya beragam, dari keterlibatan ASN hingga politik uang. Masyarakat harus andil di fase-fase ini untuk ikut melaporkan,” tutup Dewi.

Editor : Jaa Pradana

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu