Dikirim oleh Jaa Pradana pada
Anggota Bawaslu Puadi dalam Workshop Tindak Pidana Pemilu di Jakarta, Senin (23/9/2024)/Foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum Sentra Gakkumdu menyamakan pemahaman teknis aturan hukum Undang Undang 10/2016 Tentang Pemilihan. Ini dilakukan supaya penegakan hukum dapat berjalan secara efektif dan adil, terlebih pada 25 September Pemilihan 2024 memasuki masa kampanye.

Anggota Bawaslu Puadi mengungkapkan acapkali perbedaan interpretasi aturan hukum antara pengawas pemilu, polisi, dan jaksa, membuat proses penegakan hukum menjadi terhambat. Hal ini membuat laporan dari masyarakat atau temuan dugaan tindak pidana pemilihan dari Bawaslu tidak dapat ditindaklanjuti karena cacat formil maupun tidak cukup bukti.

"Semoga tidak ada lagi perbedaan pendapat antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan karena orientasi penanganan tindak pidana pemilihan bertujuan untuk memulihkan hak politik yang terganggu dari satu tindakan yang tidak fair atau curang sehingga diperlukan penindakan," papar Puadi dalam Workshop Tindak Pidana Pemilu di Jakarta, Senin (23/9/2024).

Berkaca pada penyelenggaraan Pemilihan 2020, dia mengatakan terdapat tren tindak pidana pemilihan yang kerap terjadi, dan berpotensi terulang dalam Pemilihan 2024. Ini karena regulasinya tidak mengalami perubahan.

"Setidaknya kita akan diperhadapkan dengan dugaan tindak pidana pelanggaran larangan kampanye; ketidaknetralan kepala daerah, kepala desa, dan ASN; praktikpolitik uang," papar alumnus Universitas Negeri Jakarta itu.

Puadi juga mengatakan peran penting polisi dan jaksa dalam penanganan tindak pidana pemilihan. Alasannya kewenangan Bawaslu dalam pemilihan terbatas. Selain karena singkatnya waktu penanganan selama tiga hari, Bawaslu juga tidak bisa memanggil secara paksa untuk dimintai keterangan.

"Pengawas pemilu juga tidak bisa menyita barang bukti sehingga kekurangan tersebut bisa dilengkapi oleh kewenangan Polisi dan jaksa," terang Puadi.

Itikad penyamaan pemahaman aturan hukum pemilihan juga diharapkan oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Kasubdit IV Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Burkan Satria meminta penyidik dalam Sentra Gakkumdu memedomani penyidikan tindak pidana pemilihan.

"Penyidik mungkin sudah biasa menangani tindak pidana namun ini sangat khusus sekali, maka dibuka betul bagaimana hukum acaranya terkait tindak pidana pemilihan ini," kata Burkan.

Dia berharap para personel Polisi, Pengawas Pemilu, dan Jaksa terus meningkatkan sinergitas dan koordinasi dalam forum sentra gakkumdu. "Sentra gakkumdu dibentuk untuk menyamakan persepsi, bukan pada saat berkas perkaranya sampai di penyidik, tetapi sudah dari awal ketika sudah ada laporan dari Bawaslu. Kalau perlu dari awal sudah duduk bersama secara informal," imbuhnya.

Direktur Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lain Kejagung Agus Sahat meminta para personel gakkumdu mempelajari karakteristik masing-masing daerah serta melibatkan bidang intelejen dalam upaya memitigasi kerawanan Pemilihan 2024.

Bagi dia, penanganan perkara tindak pemilihan mempunyai karakteristik khusus karena dibatasi waktu singkat. Maka dari itu dibutuhkan kolaborasi dan sinergitas baik Bawaslu, Polisi, dan Kejaksaan.

Secara khusus, Agus meminta para jaksa untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara mulai dari awal adanya laporan pengaduan maupun temuan. Bahkan dia juga meminta memberikan masukan kepada Bawaslu dan Kepolisian terkait kelengkapan hal-hal yang diperlukan dalam penyempurnaan berkas perkara dan untuk mendukung pembuktian unsur-unsur pidana dalam persidangan nanti.

"Hal tersebut harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya bolak baliknya pengembalian berkas perkara pada saat proses pra-penuntutan dan merupakan kunci keberhasilan penegakan hukum tindak pidana Pemilihan 2024," papar Agus.

Editor: Reyn Gloria
Fotografer: Jaa Pradana