• English
  • Bahasa Indonesia

Dewi Prediksi Mahar Politik Bakal Warnai Proses Pencalonan dari Parpol

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penindakan Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo saat mengikuti Pengawasan Tahapan Pencalonan Kepala Daerah 2020 melalui daring (dalam jaringan), Senin 1 September 2020/Foto: Hendi Purnawarman (Humas Bawaslu RI)

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo memprediksi pemberian imbalan dalam proses pencalonan atau mahar politik bakal mewarnai Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, bakal pasangan calon (paslon) kerap harus menyerahkan imbalan kepada partai politik (parpol) untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan.

“Potensi mahar politik masih bisa terjadi sampai batas akhir waktu pendaftaran pencalonan,” ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Tahapan Pencalonan Kepala Daerah 2020 melalui daring (dalam jaringan), Senin (1/9/2020).

Wanita kelahiran Palu, Sulawesi Tengah ini menjelaskan, bakal calon kepada daerah akan berusaha keras untuk mendapatkan rekomendasi dari parpol dari tingkat bawah sampai paling atas. Karena rekomendasi tersebut menurutnya sebagai salah satu syarat pencalonan dari penyelenggara pemilu yang harus dipenuhi oleh bakal calon ketika mendaftar. "Di saat inilah kemungkinan terjadi transaksi politik," ujarnya.

Padahal, sambung Dewi, setiap orang atau lembaga dilarang memberikan imbalan kepada parpol dalam proses pencalonan, sebaliknya parpol dilarang menerima imbalan tersebut. Seperti yang tertuang dalam Pasal 47 ayat 1 dan 4, Pasal 187B, Pasal 187C Undang-Undang Pemilihan 10/2016.

“Dalam praktiknya masih banyak yang melakukan politik uang. Seperti ketika Pilkada 2018 lalu ada paslon yang mengaku dimintai uang saksi sebesar 40 millyar oleh partai untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan,” terang dia.

Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2012-2017 ini tidak ingin mahar politik terus terjadi dalam setiap gelaran demokrasi. Bawaslu terus melakukan upaya pencegahan dengan melakukan sosialisasi kepada peserta dan pemilih. Dimana disebutkan, bahwa pelaku politik uang bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

“Jangan coba-coba melakukan transaksi politik uang. Ancaman sanksinya sudah sangat jelas,” ungkapnya.

Dewi melanjutkan, ke depannya Bawaslu akan melakukan kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan lembaga keuangan lainnya untuk menelurusi praktek mahar politik. Karena biasanya transaksi dilakukan melalui jasa perbankan.

“Pelanggaran sering kali transaksi dilakukan dalam ruang tertutup. Tidak di ruang publik. Sehingga membutuhkan kerja sama dengan pihak lain,” tutupnya. 

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu