Depok, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan, terdapat beberapa isu yang masih bermasalah dalam proses penegakan keadilan pemilu. Salah satunya adalah masih terdapat perbedaan pemahaman dan persepsi antarlembaga yang akibatnya mendistorsi efektivitas tata kelola keadilan pemilu.
“Masih terjadi perbedaan pemahaman dan persepsi antarlembaga yang terlibat dalam penyelesaian masalah hukum pemilu yang mendistorsi efektivitas tata kelola keadilan pemilu,” ujar Bagja, saat menjadi dosen tamu dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Senin (11/11/2024).
Dia mengatakan, persoalan itu masih ditambah lagi dengan masalah ketersediaan waktu penguatan kompetensi penegakan hukum bagi jajaran pengawas. Bagja menyebutkan, sempitnya waktu yang tersedia sejak proses rekrutmen pengawas pemilu hingga dimulainya tahapan, menyebabkan penguatan kompetensi penegakan keadilan pemilu pun terbatas. Padahal, kata dia, tidak semua pengawas pemilu memiliki latar belakang pendidikan hukum. “Untuk itu, ke depan, perlu lebih banyak penyelenggara pemilu yang memiliki pemahaman hukum,” lanjut alumnus UI ini.
Bagja menambahkan, isu lainnya yang juga problematik adalah kecenderungan menggunakan segala medium maupun kesempatan yang dimungkinkan oleh regulasi untuk menyalurkan ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu. Hal itu, menurutnya berdampak pada berlarutnya proses penegakan hukum, penyelesaian yang tidak efektif, serta memicu ketidakpastian hukum.
Dalam hal pengawasan pemilih, Bagja menilai bahwa pembatasan akses data dan dokumen bagi pengawas pemilu masih menjadi persoalan sebagaimana yang juga muncul dalam pengawasan Pemilu 2024 lalu. “Kita (Bawaslu) tidak sedang mencari kesalahan KPU. Justru kita berharap KPU bekerja sesuai prosedur karena itu malah meringankan kita dan jadi bisa fokus mengawasi yang lain seperti politik uang,” tegasnya.
Foto: Baguz Dwi Pradana