Bom Surabaya, Bawaslu Tingkatkan Kolaborasi dengan Kepolisian Soal Pengamanan Pilkada dan Pemilu
Ditulis oleh baguz pradana pada Minggu, 13 Mei 2018 - 18:43 WIB
Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Peristiwa teror bom yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu (13/5/2018) dapat terkait dengan penyelenggaraan Pilkada. Untuk itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan meningkatkan konsentrasi dan upaya untuk berkolaborasi dengan Polri terkait pengamanan penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
“(Persitiwa bom teror di Surabaya) memang terjadi di luar penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu. Tetapi beriringan dengan masa kampanye Pilkada, peristiwa ini bisa terkait. Untuk itu, Bawaslu konsentrasi untuk berkolaborasi dengan jajaran keamanan terkait pengamanan ini (Pilkada dan Pemilu),” ujar Anggota Bawaslu RI M. Afifuddin di Gedung Bawaslu, Minggu.
Bawaslu, ujar Afif, mengecam dan melawan tindakan teror yang menelan korban hingga 11 jiwa tersebut. Menurutnya, pengeboman pasti menimbulkan rasa ketakutan dan rasa tidak aman pada masyarakat. “Bukan hanya bagi korban (pengeboman), namun juga pada seluruh masyarakat, dan dalam hal ini (pemilu) bagi masyarakat pemilih,” tutur Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu itu.
Dia mengungkapkan, dalam hal kerawanan pilkada, Provinsi Jawa Timur dan khususnya Surabaya tidak termasuk dalam daerah dengan kerawanan keamanan tinggi. Hal itu terungkap dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2018. Namun, peristiwa bom Surabaya, kata Afif, menjadi peringatan dini bahwa keamanan harus dijaga bukan hanya di daerah yang dipetakan rawan saja. Peringatan itu berlaku bagi seluruh elemen masyarakat, terutama pemangku kepentingan pemilu.
Sebelumnya, pegiat Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi mengatakan, secara geopolitik, Surabaya bukan daerah yang rawan dengan politik SARA. Menurutnya, Jawa Timur merupakan daerah yang kondusif dalam penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu. Namun, hal itu tidak berarti bahwa daerah tersebut aman.
“Belum tentu yang kita kira jauh dari politik identitas akan aman saja,” kata Jojo yang mewakili Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi dan Kedamaian.
Dia mengatakan, terkait kampanye yang menggunakan isu SARA, Bawaslu memegang kendali. Untuk itu, dia berharap Bawaslu mengantisipasi materi kampanye yang berpotensi memecah masyarakat.
Sekretaris Jenderal Komite Independin Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, aksi terorisme di tahun pemilu, tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemilu. “Bila dikaitkan dengan pemilu dan demokrasi, ada yang mencoba masuk untuk mengganggu pemenuhan hak warga,” kata Kaka, dalam kesempatan yang sama.