Dikirim oleh ali imron pada

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Kementerian Dalam Negeri menggelar rapat koordinasi (Rakor) persiapan Pilkada serentak tahun 2015 di Balai Kartini Jakarta, Senin, (4/5). Rakor ini dihadiri 269 kepala daerah dan ketua DPRD yang akan melaksanakan Pilkada serentak desember mendatang.

Saat memaparkan materinya, Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, kita harus berupaya untuk menciptakan situasi yang damai supaya Pilkada berjalan aman dan sukses sesuai harapan kita, misalnya mengadakan deklarasi pemilu damai yang biasa dilakukan supaya tidak ada konflik saat Pilkada berlangsung nanti. ‘’Perlu ada forum antara penyelenggara pemilu untuk menyelesaikan konflik diluar tanggungjawab Bawaslu, KPU, KPUD dan Panwas’’, ungkapnya.

Selain itu ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat mengatakan bahwa Pilkada secara langsung adalah pilihan sistem ketatanegaraan yang menurutnya paling baik dibanding sisi yang lain. Karena diharapkan dapat menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dalam arti pilihan dari sisi kapabilitas, kompetensi dan  intensitas dari rakyat yang dipimpinnya.

Arief menambahkan secara teoritik sistem pilkada langsung itu baik, tapi ternyata di dalam praktik yang dilakukan belum tentu menghasilkan sebagaimana yang kita harapkan. Banyak masalah yang muncul terjadi termasuk masalah yang terjadi di Mahkamah Konstitusi.

Setelah lahir Undang-Undang baru yang memberikan kewenangan MK untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), maka rakor dengan KPU dan Bawaslu sangat penting karena saling terkait dalam penyelenggaraan Pilkada serentak nanti.

Secara internal MK juga baru menyusun peraturan sebagai pedoman hukum acara untuk menyelesaikan tugas akhir dari penyelenggaraan Pilkada, “perlu saya review ke belakang, apakah Pilkada masuk rising pemerintah daerah atau rising Pemilu?”, ujarnya. Ia mengatakan bahwa sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat, karena Pilkada ternyata membawa kosekuensi terhimpitnya sistem ketatanegaraan yang kita pilih.

Ia berpendapat Pilkada ini bisa masuk ke dalam dua rising, karena yang dipilih kepala daerah. “Pilkada ini masuk rising Pemda, tata cara pengisiannya yang secara teoritik baik itu harus menggunakan sistem yang demokratis yaitu melalui sistem Pemilu’’, tandasnya.

Ia juga menilai bahwa asas sistem yang digunakan itu sama, tidak ada asas yang berbeda antara Pileg, Pilpres dan Pilkada. Jadi, sistem Pilkada langsung itu terletak di dua ranah, antara ranah Pemda dan ranah Pemilu, itu yang menyebabkan sampai saat ini masih banyak orang secara teoritik berdebat apakah masuk Pemda atau Pemilu, sehingga muncul istilah Pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) dianggap masuk rising Pemilu dan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) masuk rising Pemda, imbuhnya.

Kemudian pada putusan MK terakhir menyebutkan bahwa sebetulnya Pemilukada atau Pilkada tidak masuk ke ranah kewenangan MK. Karena ranah kewenangan MK secara limitatif di dalam Undang-Undang yaitu menyelesaikan yudisial review, sengketa kewenangan antar lembaga, membubarkan partai politik dan menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan legislatif dan Presiden, jelasnya.

Penulis : Irwan

Editor   : Ahmad Ali Imron