Medan, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menjelaskan aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki hak politik untuk memilih pada Pilkada Serentak Tahun 2020 berdasarkan penilaian diri sendiri, akan tetapi, ASN dilarang untuk mengungkapkan ekspresi pilihanya kepada orang lain, demi menjaga netralitasnya sebagai aparatur negara.
“ASN itu diberikan hak memilih, tetapi tidak boleh menyampaikan pilihannya kepada orang lain, tidak boleh mempengaruhi orang lain untuk calon tertentu, artinya harus bisa “membunuh ekspresinya” terhadap calon yang akan dipilihnya,” ujar Afif dalam acara kegiatan Sosialisasi Netralitas ASN Bagi Instansi Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintahan Kota Medan, Kamis (15/10/2020).
Lebih lanjut Afif menambahkan, tidak tertutup kemungkinan dalam situasi kedekatan dan kekeluargaan atau kedekatan pribadi dengan calon kepala daerah serta dengan tim sukses pemenangan salah satu peserta pilkada.
"ASN dihadapkan pada posisi yang sangat sulit antara kedekatan personal dengan netralitas, Ini tantangan berat, langkah yang tepat adalah dengan membatasi diri,” imbuhnya.
Koordinator Divisi Sosialisasi dan Pengawasan Bawaslu tersebut menjelaskan ada tiga hal yang menonjol dalam indeks kerawanan pemilu (IKP), yakni akurasi data pemilih, kemudian politik uang dan netralitas ASN.
"Hingga Tanggal 4 Oktober 2020 terdapat 805 dugaan pelanggaran terkait netralitas ASN yang terdiri dari 744 temuan dan 61 laporan, dimana dari jumlah tersebut sebanyak 719 direkomendasikan, 81 bukan pelanggaran serta 5 masih dalam proses oleh Bawaslu Provinsi, Kabupaten dan Kota yang menyelenggarakan Pilkada Serentak Tahun 2020 ini," jelasnya.
Tidak hanya itu menurutnya, ditemukan lima tren tertinggi terkait netralitas ASN dalam pilkada serentak 2020, seperti ASN yang memberikan dukungan melalui media sosial ada 284 kasus, kemudian ASN yang hadir atau mengikuti acara silahturahmi atau sosialisasi, bhakti sosial oleh bakal paslon sebanyak 108 kasus, lalu ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan pada salah satu partai politik ada 104 kasus, mendukung salah satu bakal calon ada 67 kasus, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah sebanyak 44 serta sosialisasi bakal calon melalui alat peraga ada 38 kasus. "Di Sumatra Utara tercatat ada sebanyak 11 temuan dan 5 laporan terkait netralitas ASN dimana sebanyak 16 laporan sudah direkomendasi, " ujarnya.
Sebagai langkah pencegahan pelanggaran tambah Afif, Bawaslu melakukan berbagai hal. Pertama, sosialisasi mengenai netralitas ASN dalam pilkada, serta Bawaslu bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memaksimalkan agar ASN benar-benar netral tidak terpengaruh pada kepentingan orang per orang atau kelompok tertentu. ASN sebagai pengayom masyarakat untuk tidak terpengaruh pada sirkulasi kekuasaan politik semata.
“Kita ingin menjaga kualitas proses pilkada tetap baik. Salah satunya adalah, dengan memposisikan agar ASN netral dan tidak terpolarisasi untuk mendukung a atau b. Ini tugas berat kita, Pilkada berjalan dengan baik, ASN netral dan semua proses terawasi,” tutupnya.
Penulis dan photo: Edward F. Bangun-Armaya Wikana/Humas Bawaslu Provinsi Sumatra Utara