• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Jelaskan Perbedaan TSM Berdasarkan UU Pilkada dan UU Pemilu

Ketua Bawaslu Abhan dan Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyalami kuasa hukum pemohon pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 di Ruang Sidang MK, Jumat 21 Juni 2019/Foto: Abdul Hamid

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum –Dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Bawaslu memberi keterangan terkait bentuk pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan perbedaan kategori TSM dalam UU Pemilu dengan UU Pilkada (pemilihan kepala daerah).

Abhan mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, kriteria administratif TSM itu hanya dibatasi pada pelanggaran politik uang (money politics). "Dalam UU Pilkada, syarat TSM hanya dibatasi satu syarat saja," ujar Abhan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019) malam.

Baca juga: Upaya Cepat Bawaslu Dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu

Dia melanjutkan, syarat tersebut berbeda dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Abhan bilang, kriteria penanganan pelanggaran administratif TSM lebih luas. Pertama, memuat syarat harus ada bukti kuat bahwa kecurangan terjadi di 50% provinsi yang ada di Indonesia.

Kedua harus ada bukti yang menunjukkan bahwa kecurangan itu diorganisasi sebuah entitas. Syarat ketiga, mesti ada bukti mengenai dokumen perencanaan kecurangan itu. "Jadi di UU Pemilu syaratnya diperluas lagi," ungkapnya.

Abhan menjelaskan, jika dalam UU Pilkada terbukti melanggar administratif TSM, maka Bawaslu dapat memberikan sanksi hanya berupa rekomendasi saja. Sedangkan dalam UU Pemilu, Bawaslu sebagai quasi pengadilan melalui sistem ajudikasi peradilan dapat memberikan putusan.

Baca juga: Inilah Persyaratan yang Harus Dipenuhi Dalam Pelanggaran TSM

Dia bercerita, selama tahapan Pemilu 2019, Bawaslu menerima dua laporan dugaan pelanggaran administratif TSM, yakni laporan Nomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 dengan pelapor Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais terhadap terlapor pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo- Ma'ruf Amin.

Sedangkan, laporan kedua, Nomor 02/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 dengan pelapor Dian Islamiati Fatwa yang juga melaporkan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Pernyataan Abhan ini merupakan keterangan tambahan atas pernyataan saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum paslon nomor urut 01, Heru Widodo yang menjabarkan sampai saat ini belum ada putusan MK soal pelanggaran-pelanggaran kualitatif, baik dengan kategori pelanggaran terukur maupun TSM pasca adanya UU Pilkada dan pemilu serentak.

"Belum pernah ada Mahkamah memutus perselisihan hasil pemilu," terang Heru.

Editor: Ranap Tumpal HS

Lihat Berita Seputar Keterangan Bawaslu di Sidang MK:

 

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Agenda Bawaslu

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu