Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum –Dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Bawaslu memberi keterangan terkait bentuk pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan perbedaan kategori TSM dalam UU Pemilu dengan UU Pilkada (pemilihan kepala daerah).
Abhan mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, kriteria administratif TSM itu hanya dibatasi pada pelanggaran politik uang (money politics). "Dalam UU Pilkada, syarat TSM hanya dibatasi satu syarat saja," ujar Abhan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019) malam.
Baca juga: Upaya Cepat Bawaslu Dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
Dia melanjutkan, syarat tersebut berbeda dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Abhan bilang, kriteria penanganan pelanggaran administratif TSM lebih luas. Pertama, memuat syarat harus ada bukti kuat bahwa kecurangan terjadi di 50% provinsi yang ada di Indonesia.
Kedua harus ada bukti yang menunjukkan bahwa kecurangan itu diorganisasi sebuah entitas. Syarat ketiga, mesti ada bukti mengenai dokumen perencanaan kecurangan itu. "Jadi di UU Pemilu syaratnya diperluas lagi," ungkapnya.
Abhan menjelaskan, jika dalam UU Pilkada terbukti melanggar administratif TSM, maka Bawaslu dapat memberikan sanksi hanya berupa rekomendasi saja. Sedangkan dalam UU Pemilu, Bawaslu sebagai quasi pengadilan melalui sistem ajudikasi peradilan dapat memberikan putusan.
Baca juga: Inilah Persyaratan yang Harus Dipenuhi Dalam Pelanggaran TSM
Dia bercerita, selama tahapan Pemilu 2019, Bawaslu menerima dua laporan dugaan pelanggaran administratif TSM, yakni laporan Nomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 dengan pelapor Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais terhadap terlapor pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo- Ma'ruf Amin.
Sedangkan, laporan kedua, Nomor 02/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 dengan pelapor Dian Islamiati Fatwa yang juga melaporkan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Pernyataan Abhan ini merupakan keterangan tambahan atas pernyataan saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum paslon nomor urut 01, Heru Widodo yang menjabarkan sampai saat ini belum ada putusan MK soal pelanggaran-pelanggaran kualitatif, baik dengan kategori pelanggaran terukur maupun TSM pasca adanya UU Pilkada dan pemilu serentak.
"Belum pernah ada Mahkamah memutus perselisihan hasil pemilu," terang Heru.
Editor: Ranap Tumpal HS
Lihat Berita Seputar Keterangan Bawaslu di Sidang MK:
- Sidang MK, Bawaslu Tegaskan Perlakukan Sama Seluruh Peserta Pemilu
- Bawaslu Berikan Keterangan di MK Terkait Pengesahan Rekapitulasi Nasional
- Sidang Keempat PHPU di MK, Bawaslu Tambahkan Alat Bukti
- Bawaslu Beri Keterangan Temuan Bawaslu Boyolali dalam Sidang MK