Submitted by Nofiar on
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (tengah) dalam International Workshop on Electoral Efficiency and Sustainability: Innovations in Making ElectoralCampaigns Less Costly yang digelar di Bandung, Rabu (22/10/2025).

Bandung, Badan Pengawas Pemilihan Umum — Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menawarkan inovasi dalam sistem pembiayaan kampanye pemilu untuk menciptakan demokrasi yang lebih efisien, transparan, dan berkeadilan. Gagasan tersebut ia sampaikan dalam International Workshop on Electoral Efficiency and Sustainability: Innovations in Making ElectoralCampaigns Less Costly yang digelar di Bandung, Rabu (22/10/2025).

 

Ia memaparkan empat arah inovasi kebijakan yang dapat dilakukan dalam menekan pembiayaan kampanye, yaitu penguatan transparansi digital dana kampanye melalui platform terbuka, penegakan aturan antipolitik uang dan pembatasan iklan politik berbayar, penerapan kampanye kolektif yang ramah lingkungan, serta peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat untuk menolak politik transaksional.

 

Hal itu ia sampaikan dalam forum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia bekerja sama dengan Non-Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC) dan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA). Pertemuan tersebut diharapkan menjadi ruang kolaborasi global untuk memperkuat efisiensi dan keberlanjutan penyelenggaraan pemilu di berbagai negara.

 

Dalam paparannya, Bagja menyampaikan hasil pengawasan Bawaslu yang menunjukkan masih adanya praktik pembiayaan kampanye yang belum sepenuhnya transparan. Beberapa peserta pemilu tercatat melakukan transaksi di luar rekening khusus dana kampanye (RKDK), sehingga tidak dapat ditelusuri dan diaudit. Selain itu, laporan dana kampanye yang disampaikan oleh sejumlah peserta sering kali hanya bersifat formalitas tanpa mencerminkan akuntabilitas yang sesungguhnya.

 

Menurut dia, rendahnya angka pengeluaran kampanye di atas kertas bukan berarti pemilu tersebut murah dan transparan. Ia menilai, tanpa inovasi dan pengawasan ketat, praktik seperti ini dapat merusak keadilan politik dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu. “Biaya kampanye yang terlihat kecil belum tentu menggambarkan efisiensi atau keterbukaan,” tegas Bagja.

 

Bagja menjelaskan, tingginya biaya pemilu dapat menimbulkan sejumlah dampak serius, seperti terbatasnya kesempatan politik bagi warga yang tidak memiliki modal besar, meningkatnya praktik politik uang, hingga munculnya utang politik yang berpotensi memicu korupsi setelah pemilu. Karena itu, lanjut dia, diperlukan terobosan kebijakan untuk menekan biaya kampanye tanpa mengurangi kualitas demokrasi.

 

Ia kemudian memaparkan empat arah inovasi kebijakan yang dapat dilakukan, yaitu penguatan transparansi digital dana kampanye melalui platform terbuka, penegakan aturan anti politik uang dan pembatasan iklan politik berbayar, penerapan kampanye kolektif yang ramah lingkungan, serta peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat untuk menolak politik transaksional.

 

Bagja menambahkan, langkah-langkah tersebut tidak hanya bertujuan menekan biaya politik, tetapi juga memastikan pemilu tetap inklusif, berintegritas, dan berkelanjutan. “Inovasi kebijakan dalam pembiayaan kampanye adalah kunci menjaga kepercayaan publik dan mewujudkan demokrasi yang efisien sekaligus berdaya tahan,” pungkasnya.

 

Forum ini dihadiri oleh perwakilan lembaga penyelenggara pemilu (Election Management Bodies/EMBs), pembuat kebijakan, dan akademisi dari berbagai negara di kawasan Asia, Pasifik, dan Afrika, di antaranya Bangladesh, Fiji, India, Malaysia, Mongolia, Kenya, serta Papua Nugini dan Samoa. Menghadirkan sejumlah pembicara dari lembaga internasional seperti International IDEA dan ANFREL, serta ahli pemilu dari Indonesia seperti, Netgrit dan Perludem. 

 

Kehadiran para pakar lintas kawasan tersebut memperkaya pembahasan mengenai inovasi kebijakan untuk menekan biaya politik dan memperkuat tata kelola pemilu yang berintegritas. Indonesia turut berbagi pengalaman dalam penyelenggaraan pemilu terbesar di dunia serta mendorong lahirnya rekomendasi kebijakan yang dapat diadaptasi oleh berbagai negara.

 

Fotografer: Nofiar

Editor: Dey