Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menghadiri sidang perkara Nomor 48/PUU-XVII/2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda keterangan pihak termohon dari pihak DPR, Kemendagri, Kemenkumham, dan presiden.
Dalam sidang ini, kuasa hukum yang diwakili Kepala Biro Hukum Kemendagri R Ghani Muhammad menilai, permohonan pemohon dalam perkara Nomor 48/PUU-XVII/2019 terkait permohonan pengujian UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (biasa disebut UU Pilkada) menjadi UU terhadap UUD 1945 tidak mendasar.
Menurutnya, argumen pemohon yang menilai jajaran Bawaslu dalam UU Pemilu di tingkat kabupaten/kota bersifat tetap, sedangkan Panwaslu dalam UU Pilkada tidak sejalan dengan azas kepastian hukum dan tertib hukum tidak tepat. Sehingga, dia mewakili unsur pemerintah menganggap, definisi Bawaslu tingkat kabupaten/kota disesuaikan dengan UU Pemilu. Dan ditambahkan tugas dan wewenangnya untuk mengawasi pilkada.
Padahal, lanjutnya, status Panwaslu diberikan perlakuan yang sama (equal treatment) dalam penugasannya, meskipun dalam pelaksanaannya beda dalam hak kepemiluan. Begitupun jumlah panwas dan Bawaslu kabupaten/kota yang berbeda.
Dia beranggapan, eksistensi panwas telah bertransformasi menjadi Bawaslu kab/kota, dengan jabatan lima tahun dan penetapannya ditetapkan oleh Bawaslu RI.
"Panwas dalam UU Pilkada dan UU Pemilu tidak sejalan dengan azas kepastian hukum yang mengsyaratkan adanya keadilan hukum," katanya.
Kemudian, tambahnya, Bawaslu dan jajaran di bawahnya memiliki alat kelengkapan yang membantu dalam pengawasan pemilu yang bersifat koordinatif, sehingga jumlah panwas tidak perlu lagi dipermasalahkan.
"Dalam UU Ad hoc, jumlah panwas dan Bawaslu kabupaten/kota adalah sama-sama menjalankan penyelenggaraan pemilu.
Sementara itu, Majelis Hakim MK Saldi Isra menganggap, posisi panwas ini mengalami dualisme. Sebab keterangan pemerintah bertekad menjadikan Bawaslu kabupaten/kota bersifat tetap, namun ketika pilkada posisi Bawaslu kabupaten/kota menjadi panwas.
"Nah ini poin yang perlu pihak pemerintah elaborasi terhadap permohonan pemohon," ungkapnya.
Majelis Hakim MK pun mengagendakan sidang berikutnya pada 12 November dengan agenda mendengar keterangan saksi pihak pemerintah dan pihak terkait yakni dari Bawaslu.
Editor: Ranap THS