Semarang, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Puadi meminta jajarannya untuk memanfaatkan mahadata (big data) dalam pengawasan pemilu. Berdasarkan Pemilu 2024, menurutnya pemilu ke depan tidak bisa lagi mengandalkan metode konvensional.
"Kita memasuki era big data pemilu. Ini mencakup data pemilih, data logistik, laporan digital, hingga dinamika media sosial," ujar Puadi di kegiatan Literasi Data untuk Pengawasan Pemilu dengan tema: “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data, Selasa (18/11/2025).
Meski demikian Puadi menilai, tantangan utama yang dihadapi Bawaslu saat ini bukanlah sekadar ketersediaan data. Lebih dari itu, perlunya kemampuan lembaga pengawas untuk mengolah, membaca, dan menafsirkan data tersebut demi kepentingan pengawasan yang lebih efektif.
Maka dari itu, Puadi menganggap peningkatan literasi data menjadi kompetensi strategis untuk menjawab tantangan tersebut. Menurutnya, pemanfaatan data secara cerdas ini akan memampukan Bawaslu dalam mengidentifikasi potensi masalah sebelum terjadi.
Puadi juga menyoroti relevansi literasi data dalam menghadapi konsekuensi hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 PUU-XXII/2024. Putusan ini, kata dia, menandai babak baru dalam desain pemilu, termasuk penataan ulang daerah pemilihan (dapil), tata kelola pemutakhiran data pemilih, dan model pencalonan.
"Redesain pemilu pascaputusan MK ini tidak mungkin diimplementasikan tanpa kesiapan data, terutama bagi Bawaslu," jelas Puadi.
Puadi menjelaskan literasi data dalam konteks ini, menjadi prasyarat kelembagaan Bawaslu untuk merespons perubahan desain Pemilu secara efektif. Dia mengatakan hal ini krusial untuk melakukan pengawasan pemutakhiran data pemilih, dapil baru, dan kepatuhan terhadap prinsip kesetaraan nilai suara.
"Dengan kata lain, literasi data adalah pintu masuk untuk memastikan bahwa perubahan desain pemilu tidak menimbulkan ketidakpastian atau celah pelanggaran di lapangan," pungkas Puadi.
Fotgrafer: BSW
Editor: Dey