Dikirim oleh Reyn Gloria pada
Tangkapan layar diskusi virtual Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo bersama Perludem, Selasa (6/4/2021).

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyampaikan terdapat perbedaan penanganan pelanggaran dalam proses pemeriksaan di Bawaslu dengan penanganan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilkada 2020 di MK.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu ini menjabarkan alasan pertama yaitu pelapor tidak melengkapi laporan sehingga tidak memenuhi syarat formil dan materil. Menurutnya hal ini bisa dilengkapi saat perkara dibawa ke MK.

"Jadi ketika dibawa ke MK apa yang menjadi kekurangan saat proses di Bawaslu bisa dilengkapi di MK, sehingga proses penanganan jadi berbeda dan bisa jadi alasan kuat bagi MK untuk memutus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU)," terangnya saat diskusi daring bersama Perludem di Jakarta, Selasa (6/4/2021).

Alasan kedua, Dewi menyatakan penanganan pelanggaran di Bawaslu terbentur dengan waktu yang singkat sehingga pelapor kerap kali tidak bisa melengkapi alat-alat bukti yang dibutuhkan karena masalah yang ditemukan. Misalnya dia menjelaskan karena tidak mendapatkan daftar hadir, tidak bisa menghadirkan saksi saat melaporkan peristiwa ke Bawaslu.

"Padahal ketika melakukan permohonan ke MK apa yang menjadi kebutuhan mereka untuk proses pembuktian bisa dipenuhi, sehingga MK bisa mendapatkan fakta cukup untuk alasan melakukan PSU," terang perempuan kelahiran Palu tersebut.

Terakhir Dewi menyatakan KPU Provinsi tidak melakukan tindakan pembukaan kotak suara tanpa perintah KPU RI. Dewi menyadari ada keterbatasan kewenangan tingkat KPU provinsi/kabupaten/ kota untuk melakukan tindakan melebihi kewenangan mereka.

"Misalnya ketika ada proses penanganan pelanggaran yang membutuhkan dokumen-dokumen yang berada di dalam kotak suara ternyata mereka tidak punya kewenangan untuk melakukan pembukaan kotak tanpa instruksi dari KPU RI," tutur Dewi.

Editor: Jaa Pradana