• English
  • Bahasa Indonesia

Bagja Sampaikan Kendala, Tantangan, dan Rekontruksi UU Pemilu

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan kendala dan tantangan revisi UU Pemilu bersama peneliti BKD DPR di Jakarta, Jumat (31/1/2020). Foto : Andrian Habibi

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan, ada tiga kendala dan tantangan dalam rencana revisi Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Hal ini merupakan refleksi atas penyelenggaraan pengawasan dan penindakan hukum Pemilu 2019 yang harus diperbaiki untuk Pemilu Serentak Tahun 2024.

Bagja menjelaskan, kendala bagi lembaga penegakan hukum pemilu terkait perbedaan perspektif dalam menafsirkan unsur pidana pemilu dalam lingkungan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumdu). Kendala berikutnya berada pada tidak operasionalnya norma UU Pemilu yang berkaitan dengan kewenangan Bawaslu. Dia memberi contoh, kewenangan penyelesaian sengketa proses pemilu antarpeserta Pemilu.

"Contoh dalam penyelesaian sengketa proses antarpeserta pemilu. Akses teknologi informasi tidak merata pada daerah-daerah tertentu di wilayah Indonesia sehingga menghambat koordinasi dan konsolidasi," ungkapnya dalam Rapat Rekontruksi Pemilu Serentak bersama peneliti-peneliti Pusat Penelitian Badan Keahian Dewan (BKD) DPR di Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Sarjana hukum Univeritas Indonesia itu juga menyebutkan tantangan dalam pengawasan pemilu. Pertama, mengenai keserentakan pemilihan calon anggota legislatif dan pemilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, materi pengaturan dalam UU Pemilu yang berubah akibat pengujian UU di Mahkamah Konstitusi (MK). "Ketiga, Karakter penegakan hukum Pemilu yang menekankan adanya proses cepat (speedy process). Inilah kendala yang kita (Bawaslu) hadapi selama penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019," tuturnya.

Dari kendala dan tantangan itu, Bagja mengusulkan pendalaman isu untuk penelitian rencana revisi UU Pemilu. Pada tahapan awal, Bagja mengharapkan ada perbaikan aturan sistem pemilu, khususnya kepastian hukum tentang konversi suara menjadi kursi. Menurutnya, isu ini yang menyebabkan mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan harus berurusan dengan KPK.

"Memperbaiki aturan main tentang Sistem Pemilu (electoral system) terutama kepastian hukum tentang konversi suara menjadi kursi," cetusnya.

Langkah kedua, pemerintah bersama dengan DPR harus memperbaiki aturan penegakan hukum Pemilu. Bagja mengungkapkan, langkah ini bisa dibagi kedalam tiga teknis, yaitu kerja sama antara Bawaslu dengan lembaga terkait dan masyarakat. Lalu, dia mengharapkan kepastian penegakkan hukum melalui Badan Peradilan Khusus Pemilu di Bawaslu. Selanjutnya, Bagja menginginkan keberlanjutan pendidikan fungsi pegawasan Pemilu kepada Publik.

"Untuk program pengawasan partisipatif, Bawaslu telah melaksanakan program Sekolah Kader Pengawas Partisipatif sampai ke tingkat provinsi. Kedepan, Sekolah Kader Pengawas Partisipatif ini akan dilanjutkan sampai tingkat Kabupaten/Kota," harapnya.

Selain itu, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu ini mengrahapkan harmonisasi sistem hukum Pemilu. Dia mencontohkan, harmonisasi produk hukum baik PKPU,Perbawaslu dan Peraturan terkait lainnya terhadap UU atau UUD 1945. Baginya, pembahasan sistem elektronik Pemilu yang handal dan akuntabel berada di rekomendasi akhir.

Editor : Jaa Pradana

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Agenda Bawaslu

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu