• English
  • Bahasa Indonesia

Songsong Pilkada Serentak 2020, Fritz Jelaskan UU Pilkada Tak Relevan

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat memberikan pengarahan dalam seminar nasional bertema: Menyongsong Pilkada Serentak 2020 di Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin 21 Oktober 2019/Foto: Rama Agusta

Surabaya, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar memberikan catatan umum serta tantangan pengawasan pemilihan dalam Pilkada Serentak 2020 terutama dalam hal regulasi. Hal tersebut diungkapkannya di hadapan peserta yang merupakan mahasiswa, kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat dalam seminar nasional bertema: Menyongsong Pilkada Serentak 2020 di Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/10/2019).

Baca juga: Promosikan Lembaga Peradilan Pemilu, Bagja: Komposisi Hakim Sarjana Hukum dan Ahli Pemilu https://bawaslu.go.id/id/berita/promosikan-lembaga-peradilan-pemilu-bagj...

Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu itu menjelaskan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada sudah tidak relevan dengan keadaan Pilkada Serentak 2020. Dia mencontohkan, status seluruh panwaslu saat ini berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum sudah menjadi lembaga permanen dengan nomenklatur Bawaslu tingkat kabupaten dan kota. Namun di UU Pilkada, status panwaslu masih Ad hoc (sementara).

Ini jelas membuat persoalan. Fritz menegaskan, masih banyak jajaran Bawaslu tingkat kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 tidak mau menerima NPHD (naksah perjanjian hibah daerah) karena merasa statusnya dalam UU Pilkada hanya panwaslu.

"Persoalan NPHD ini awalnya saya harapkan sudah selesai. Tetapi nyatanya masih ada yang ragu menerima NPHD karena status Bawaslu kab/kota di UU Pilkada," jelasnya.

Padahal, lanjut Fritz, dalam UU Pilkada dijelaskan, kewajiban penyediaan NPHD dalam pilkada adalah tugas Kemendagri melalui jajarannya termasuk kepala daerah. Dan itu diperkuat dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 Tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang bersumber dari APBD.

Apalagi, tambah Fritz, Bawaslu telah memberi mandat kepada Bawaslu tingkat kabupaten/kota untuk menandatangani NPHD. Sehingga dia meyakini status Bawaslu atau panwaslu sama-sama wajib melaksanakan fungsi pengawasan. Juga baik Bawaslu kab/kota maupun panwaslu pun tetap bisa menandatangani NPHD tersebut.

"Dalam UU dan Permendagri itu dijelaskan, yang menandatangani NPHD adalah Bawaslu kab/kota. Dan panwaslu sebenarnya sudah bisa mentrasaformasi untuk menyesuaikan," tegasnya.

Baca juga:

Mantan Dosen Hukum di STIH Jentera itu, ada dua langkah Bawaslu dalam menghadapi tantangan Pilkada Serentak 2020. Pertama,melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait status Panwaslu dalam UU Pilkada. Kedua, memberikan usulan naskah perubahan kepada UU Pilkada ke DPR.

"Judicial review ke MK adalah cara minimal menafsirkan status panwaslu dalam UU Pilkada," tuturnya.

Dalam acara tersebut, turut dihadiri jajaran pimpinan Bawaslu Jawa Timur, Anggota KPU Provinsi Jawa Timur Insan Qoriawan, dan Dosen Fakultas Hukum Unair Syaiful Aris.

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu