• English
  • Bahasa Indonesia

Bawaslu Harap Ada Penyederhanaan Lembaga Penegakan Hukum Pemilu

Ketua Bawaslu Abhan (kiri) bersama Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus saat menghadiri diskusi Pemilu dan Integritas Hakim di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa 17 Desember 2019/Foto: Hendi Purnawan

Yogyakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu Abha berharap, tidak banyak lembaga yang menangani penegakan hukum pidana pemilu. Hal ini menurutnya guna memberikan kepastian keadilan pemilu.

Dia menjabarkan, saat ini berbagai berbagai instansi menangani penegakan hukum pemilu. Dia nenunjuk dari peradilan umum seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK). Ada pula Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Bawaslu.

Menurutnya, penegakam hukum pemilu cukup ditangani oleh satu lembaga yang kuat dan memahami proses pemilu. Dirinya meyakini hal tersebut mampu menyelesaiakan penegakan hukum pemilu agar tidak terjadi potensi tumpang tindih putusan dan menjamin kepastian hukum.

"Sekarang terlalu rumit karena proses terlalu panjang dan keputusan tiga lembaga bisa berbeda-beda. Ini membingungkan publik," ucapnya saat menjadi narasumber diskusi Pemilu dan Integritas Hakim di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (17/12/2019).

Abhan menambahkan, aturan main yang ada saat ini perlu direvisi dengan kajian mendalam demi menyederhanakan proses penegakkan hukum pidana pemilu. "Maka Harus ada lembaga yang paling efektif dan berhak memutus sengketa proses pemilu sehingga putusannya tidak berbeda-beda," harapnya.

"Bisa Bawaslu yang memutus atau ada upaya hukum lain. Aturannya harus lebih jelas" tambahnya.

Abhan menilai, kesadaran peserta pemilu di Indonesia untuk mentaati hukum masih rendah. Hal ini terbukti dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan pada Pemilu 2019. Bawaslu mencatat terdapat pelanggaran pidana pemilu. Sebanyak 380 putusan di pengadilan, 233 putusan tingkat pertama, 146 tingkat banding dan 1 putusan diversi. Penyebarannya ada di beberapa daerah.

"Secara subjek terdapat 483 terdakwa. Vonis bersalah 437, 40 bebas dan 6 lepas. Seharusnya tidak ada yang divonis bebas karena ada Sentra Gakkumdu yang sepakat semua perkara masuk di Bawaslu maka dinytakan lengkap atau sudah P-21. Tapi hakim tidak masuk Sentra Gakumdu, mungkin pandangannya berbeda," terangnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menuturkan, selama melakukan fungsi pengawasan terhadap perkara-perkara pemilu, KY telah membangun Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Bawaslu. Bahkan KY, lanjutnya, telah membentuk desk khusus pemilu yang dilatari agar laporan pengaduan yang masuk dapat segera ditangani dengan proses cepat, sejalan dengan hukum acara penanganan perkara pemilu yang sangat limitatif.

"Selain itu melalui desk khusus pemilu ini KY aktif melakukan pemantauan inisiatif maupun pemantauan berdasarkan permintaan masyarakat," terangnya.

Berdasarkan data penerimaan laporan masyarakat yang disampaikan ke KY, terdapat 29 laporan. "Karakteristik laporan yang masuk ke komisi yudisial diantaranya, hakim memihak salah satu paslon dalam pilpres, hakim pengadilan tinggi menerima banding, padahal di PN diputus bebas (seharusnya kasasi) dan hakim mengucapkan kata-kata yang tidak pantas dalam persidangan serta menunda-nunda persidangan," tutupnya.

Editor: Ranap THS
Fotografer: Hendi Purnawan

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu