• English
  • Bahasa Indonesia

Afif Tegaskan Budaya Buat Kegembiraan dalam Pemilu

Anggota Bawaslu M Afifuddin mendapat sambutan pencak silat saat menghadiri acara Pengembangan Pengawasan Partisipatif Berbasis Budaya yang diselenggarakan Bawaslu DKI Jakarta, Sabtu 14 Desember 2019/Foto: Abdul Hamid

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menegaskan, budaya Indonesia menjadikan pemilu sebagai ajang menjalin silaturahmi dan kekerabatan. Hal ini menurutnya membuat pemilu menghadirkan kegembiraan bagi masyarakat.

Afif mengungkapkan, pada perhelatan Pemilu 2019 bisa berjalan baik terutama di Ibu Kota Jakarta. "Kita tahu Jakarta menjadi sorotan nasional. Proses-proses kepemiluan berjalan baik dengan penyelesaian yang berbudaya sesuai aturannya. Kita harus melestarikan budaya dalam memilih pemimpin yang baik dengan jujur dan adil," katanya dalam acara Pengembangan Pengawasan Partisipatif Berbasis Budaya yang diselenggarakan Bawaslu DKI Jakarta di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).

Afif menambahkan, setiap kebudayaan pasti mendorong pencarian pemimpin dengan cara yang baik. "Kalau kita mengajak tokoh agama, tokoh budaya, dan tokoh masyarakat untuk mengawasi pemilu maka akan memudahkan kerja Bawaslu dan KPU," ujarnya.

Dia menjelaskan, masyarakat Indonesia sangat patuh kepada tokoh para tokoh tersebut, sehingga salah satu jalur pendidikan memberikan pencerahan kepada para tokoh masyarakat.

"Jadi, kalau tokoh tokoh ini terlibat aktif dalam pemilu akan memudahkan kerja penyelenggara pemilu," akunya.

Afif lantas bercerita, sepuluh tahun lalu pergi ke Nepal melakukan pengawasan pemilu. Dirinya melihat di sana petugas keamanan menjaga TPS mengunakan sejata laras panjang. "Indonesia keadaannya tidak seperti itu," sebutnya.

Dia menyatakan, keadaan satu negara dengan negara lainnya berbeda. Misalnya di Amerika Serikat dan Filipina lanjutnya, menggunakan sistem elektronik voting. "Tetapi di Amerika Serikat dan Filipina itu keadaannya pun berbeda antara TPS satu dengan TPS lain. Alatnya juga berbeda," tuturnya.

Afif mengatakan, dalam sistem elektronik voting tersebut satu bilik TPS bisa dimasuki sekaligus 20 orang. Hanya saja, akunya, sistem tersebut menggunakan kertas yang harganya cukup mahal. "Karena itu, untuk menghemat biaya dua TPS dijadikan satu. Akibatnya, terjadi antrian panjang," sebutnya.

Afif menjabarkan, penggunaan sistem tersebut juga punya dampak negatif. "Itulah kenapa Indonesia menggunakan sistem mencoblos sebagai bagian dari budaya. Di Indonesia masyarakat berkumoul di TPS menjalin kekeluargaan dan persaudaraan. Kadang di TPS-nya dihiasi dengan hiasan adat," tegasnya.

"Jadi, berkumpul untuk pemilihan dengan suasana kegembiraan itu mahal harganya," tambah dia.

Afif mengaku perlunya pelestarian budaya di Indonesia yang beragam. "Itulah sebabnya kenapa di Indonesia lebih kuat budaya keakraban karena budaya kekerabatan, silaturahmi, dan persaudaraan ada di dalam norma-norma budaya, " tutup Koordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu ini.

Editor: Ranap THS
Fotografer: Abdul Hamid

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu