Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Bawaslu RI bersama 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia melaksanakan kerjasama di bidang pengembangan dan penguatan sumber daya manusia yaitu dengan membuka program studi strata dua (S-2) bidang Tata Kelola Pemilu, Rabu, (1/4). Program studi ini merupakan yang pertama di Indonesia dan akan mulai dibuka pada tahun ini.
10 (sepuluh) PTN itu diantaranya Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Andalas Padang, Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Lampung, Universitas Nusa Cendana Kupang, Universitas Cendrawasih Jayapura, Universitas Padjajaran Bandung dan Universitas Hasanuddin Makassar. Sementara Universitas Diponegoro yang sedianya ikut menandatangani Nota kesepahaman dengan Bawaslu RI tidak dapat hadir.
Berdasarkan evaluasi dan analisis dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, Bawaslu menemukan kelemahan-kelemahan yang salah satu sumbernya berasal dari ketidaksiapan aparat penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu bersama KPU yang sudah lebih dulu membangun kesepahaman ini, melihat pentingnya penyiapan tenaga penyelenggara Pemilu sedini mungkin. “Supaya mereka yang ditugaskan mengemban amanah sebagai penyelenggara itu benar benar siap, professional, dan mampu mengindahkan nilai integritas dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu", papar Ketua Bawaslu RI, Prof. Dr. Muhammad saat menjawab pertanyaan para wartawan pasca penandatanganan Nota Kesepahaman di kantor Bawaslu RI.
Guru besar ilmu politik Universitas Hasanuddin Makassar ini menyatakan bahwa Bawaslu tidak mau kesalahan atau kelemahan yang bersumber dari ketidaksiapan penyelenggara itu terjadi lagi. Oleh karena itu dengan adanya kerjasama program pendidikan ini, Bawaslu optimis bahwa nanti mereka yang dipersiapkan untuk menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu itu bisa lebih profesional dan lebih siap. Sehingga kualitas penyelenggara Pemilu di Indonesia menjadi lebih baik.
Ia menjelaskan bahwa istilah penyelenggara dalam pengertian KPU dan Bawaslu itu bukan hanya komisioner, tapi juga jajaran Sekretariat Jenderal yang justru harusnya punya pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana melakukan dukungan terhadap pelaksanaan Pemilu. Sehingga para staf yang nanti akan ditugaskan dalam program pendidikan ini benar-benar mereka yang disiapkan untuk dapat memberikan support kepada komisioner dalam menjalankan tugas sebagaimana yang diharapkan.
Peserta program pendidikan strata dua (S2) tata kelola Pemilu ini untuk tahap awal rencananya akan dibuka hanya untuk penyelenggara Pemilu sebagai prioritas, baik dari segi backup sarana dan prasarana termasuk anggaran untuk staf Bawaslu dulu. Selanjutnya peluang juga tetap akan dibuka bagi masyarakat umum. Muhammad menambahkan bahwa nantinya peserta program S2 tersebut boleh saja untuk orang per orang, masyarakat atau kelompok yang tertarik dengan persoalan kepemiluan kita, punya kepedulian dan mau berkorban secara materi untuk mendaftar sebagai peserta pendidikan. Diharapkan supaya program ini meluas dan masyarakat bisa terlibat.
Pasca pertemuan kerjasama ini, akan ada pertemuan teknis antara konsorsium perguruan tinggi dan Bawaslu guna mengatur berapa beban kredit dan berapa lama program studi tersebut yang standar. Sehingga ketika peserta program pendidikan itu lulus benar-benar sudah qualified untuk menjadi seorang penyelenggara Pemilu.
Ia juga menyampaikan bahwa Bawaslu sudah membangun komunikasi informal dengan menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (MENRISETDIKTI), Muhammad Nasir terkait program pendidikan dimaksud. Pasca pertemuan ini, Bawaslu akan melaporkan kembali sehingga naungan DIKTI-nya itu tidak keluar dari ketentuan sebagaimana yang menjadi kebijakan pemerintah. “Jadi ini bukan pendidikan yang tidak diketahui oleh pemerintah, ini punya naungan sesuai yang ada di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi”, tandasnya.
Penulis: Ahmad Ali Imron